Jakarta, Portonews.com – Sektor pertambangan batubara telah menjadi komoditas politik dan sumber pendanaan kampanye politik di Indonesia selama 20 tahun terakhir, baik di tingkat nasional maupun daerah. Keterkaitan yang erat dengan kebijakan dan regulasi pemerintah, royalti, pajak, serta infrastruktur pemerintah mendorong sektor ini terpapar korupsi politik.
Inilah yang menjadi perbincangan hangat di forum diskusi bertajuk, “Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara”, yang dihadiri oleh pihak Greenpeace, Auriga, ICW, dan JATAM, bertempat di Paradigma Cafe, Jakarta Pusat, (17/12/2018). Dalam perbincangan tersebut diungkapkan bagaimana elite politik menyatukan kepentingan bisnis dan politik di sektor pertambangan batubara.
“Elite nasional bersekongkol dengan elite daerah dalam bisnis batubara. Ini merupakan lanskap baru di mana desentralisasi membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih politis dan meningkatkan kekuasaan diskresioner para pejabat daerah. Kedua hal ini meningkatkan risiko terjadinya korupsi,” kata Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
Sementara, Firdaus Ilyas dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, buruknya pengawasan menjadikan pengelolaan sumber daya alam Indonesia khususnya batubara rentan terkena korupsi.
“Dari sisi ekonomi penerimaan negara dari batubara tidaklah seberapa dibandingkan dampak lingkungan dan kepentingan generasi mendatang, oleh sebab itu sudah saatnya kita melepaskan diri dari ketergantungan pada batubara,” ujarnya.
Pernyataan keras juga datang dari Merah Johansyah, Koordinator JATAM. menurutnya, korupsi politik melalui kongkalingkong politisi dan pebisnis batubara ini menyebabkan masyarakat harus berhadapan langsung dengan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh industri ini.
Belum lama ini, JATIM Kalimantan Timur melaporkan adanya operasi serampangan dari perusahaan tambang batubara PT ABN, dimana awal Desember ini telah menyebabkan 41 jiwa harus mengungsi, 17 rumah retak dan hancur, serta membuat jalan utama Desa Sanga-Sanga dan Muara Jawa terputus di Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.