Jakarta, Portonews.com – Kebijakan pemerintah yang mewajibkan PT Pertamina (Persero) untuk membeli produksi siap jual (lifting) minyak mentah, diyakini bisa menekan beban impor minyak perusahaan hingga sebesar 60 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, kebijakan ini sangat membantu perusahaan. Pasalnya, nilai minyak mentah yang dibeli terbilang lebih murah. Pemerintah mewajibkan minyak yang diproduksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri dijual ke Pertamina dengan harga pasar.
Menurutnya, pemerintah masih membebani Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas penjualan minyak dari KKKS ke Pertamina melalui trading arm. Namun, nilai pembelian minyak itu ia anggap masih lebih murah ketimbang mengimpor. Saat ini, Pertamina disebut selalu mengimpor minyak mentah sebanyak 360 ribu barel per hari dan produk BBM sebesar 350 ribu hingga 400 ribu barel per hari.
“Kalau kami lihat, memang (dengan menyerap minyak dari KKKS) ada selisih harga. Setelah dikalkulasi kemarin, kalau pun ada kena pajak masih ada selisih harga, ini masih masuk keekonomian. Kami bisa kurangi 60 persen impor dari situ,” ujar Nicke di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (15/8/2018).
Tak hanya itu, penyerapan minyak dari KKKS dalam negeri disebutnya lebih murah karena tidak perlu biaya transportasi. Makanya, ia pun setuju ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta Pertamina membeli minyak tersebut dengan harga pasar. Hanya saja, ia tak mau menyebut jumlah efisiensi yang bisa didapatkan Pertamina. “Banyak (jumlah hematnya), dan kami pun juga akan serap 225 ribu barel per hari,” ujarnya seperti dikutip CNN Indonesia.
Kurangi Impor Barang Modal
Selain minyak mentah, Nicke menyebut Pertamina juga akan mengikuti arahan Presiden Joko Widodo yang meminta perseroan untuk menyetop impor barang modal dalam jangka enam bulan ke depan. Dalam waktu dekat, Pertamina akan merinci secara detail ihwal komponen impor yang sekiranya bisa diganti dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Ia juga bilang, permintaan untuk menunda impor barang modal tak serta merta bikin proyek Pertamina jadi tertunda. Menurut Nicke, proyek vital seperti pembangunan dua kilang baru serta perbaikan kapasitas dan kompleksitas di empat kilang perseroan masih harus terus berlanjut.
“Presiden menginginkan TKDN meningkat, tentunya kami bisa lebih selektif. Tapi (masalah proyek yang ditunda), itu tetap dilihat penting tidaknya. Seperti kilang, itu kan proyek penting. Tapi tetap kami perhatikan TKDN-nya,” tandas mantan Direktur Perencanaan Korporat PLN ini.