Jakarta, Portonews.com – Presiden Joko Widodo tengah berupaya mendorong peningkatan ekspor untuk memperbaiki kinerja perdagangan. Impor yang lebih besar menjadi beban bagi nilai tukar rupiah.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Sutrisno mengatakan, satu-satunya sektor industri yang dapat digenjot nilai ekspornya dalam waktu singkat hanyalah ekspor komoditas batu bara.
Hal ini disebabkan harga batu bara di pasar dunia tengah jauh lebih baik dibandingkan harga komoditas lainnya seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan karet.
“Shortcut untuk menaikkan ekspor hanya dengan mengandalkan, menaikkan ekspor barang tambang [batu bara]. Hanya saja, keterlibatan lapangan kerjanya sedikit dan batu bara kalau habis, tidak bisa renewable,” ujar Benny dalam pesan singkat kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/7/2018).
Menurut Benny, industri pengolahan (manufaktur) sulit didorong untuk meningkatkan ekspornya lebih jauh dalam waktu singkat, karena mereka pun turut tertekan pelemahan rupiah, terutama dalam belanja bahan baku yang sebagian masih impor.
Belanja bahan baku ini, lanjut Benny, dilakukan oleh industri manufaktur dengan menggunakan hampir 60% dari devisa hasil ekspor mereka.
“BI sudah ada aturan yang namanya DHE (Dana Hasil Ekspor), jadi hasil ekspor pasti masuk ke dalam negeri. Hanya saja, biasanya masih berbentuk dolar dan tidak ditukarkan ke dalam rupiah karena hasil ekspor ini [khususnya produk manufaktur yang berbahan baku impor] akan digunakan lagi untuk mengimpor bahan baku, sekitar 60% dari DHE. Bahan baku impor lebih besar di industri manufaktur,” jelasnya.
Benny meminta pemerintah segera merealisasikan insentif fiskal bagi investor yang saat ini masih banyak menggunakan bahan baku impor.