Jakarta, Portonews.com – Capaian lifting dan produksi minyak RI sulit mengejar target. Berdasarkan data terakhir Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) rata-rata lifting hanya mencapai 770 ribu barel per hari (bph). Sedangkan target yang ditetapkan pemerintah mencapai 800 ribu bph.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, melesetnya lifting terjadi bukan karena di sisi hulu tapi karena sisi komersial. “Seperti sudah siap tapi tidak ada pembeli atau transmisi,” katanya seperti dikuti CNBC Indonesia, Senin (9/7/2018).
Melesetnya angka produksi membuat impor makin tinggi. Dari data Pertamina rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia per hari mencapai 1,6 juta barel per hari. Dengan produksi sesuai target misalnya, 800 ribu bph, masih ada selisih 800 ribu bph yang harus diimpor untuk penuhi konsumsi. Apalagi jika produksi meleset dari target, impor pun otomatis akan bertambah.
Ini tergambar dari data defisit neraca perdagangan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tiap bulan. Mei lalu, Impor migas kembali naik menyentuh 2,81 miliar dollar Amerika naik 9,17 persen dibanding impor April yang sebesar 2,3 miliar dollar Amerika.
Dibandingkan dengan periode serupa tahun lalu, impor ini bahkan naik sampai 28,12 persen. “Impor sangat tinggi sekali, terutama impor migas naik 20,95 persen secara bulanan. Hampir tiga kali lipat karena kenaikan harga minyak,” kata Kepala BPS Suhariyanto.
Dirinci lebih lanjut, ekspor migas sepanjang Mei 2018 mencapai 1,57 miliar dollar Amerika. Namun dengan impor mencapai 2,8 miliar dollar Amerika, defisit transaksi migas mencapai 1,2 miliar dollar Amerika.
Defisit ini didorong oleh impor hasil minyak. BPS mencatat sepanjang Mei 2018, Indonesia mengimpor hasil minyak atau produk BBM cs senilai 1,6 dollar Amerika miliar. Dilanjut dengan impor minyak mentah 844,7 juta dollar Amerika.
Sementara untuk gas, bisa dibilang masih jadi andalan. Ekspor Mei tercatat 912 juta dollar Amerika, sementara impor hanya 243 juta dollar Amerika.