Jakarta, Portonews.com – Presiden Argentina Maurico Macri meminta Dana Moneter Internasional (IMF) mengucurkan dana talangan sebesar US$50 miliar. Pinjaman itu dibutuhkan Macri untuk menyelamatkan negaranya dari krisis.
Petaka ekonomi Argentina terjadi seiring terus merosotnya nilai tukar peso terhadap dolar AS. Peso terus anjlok dalam delapan hari terakhir. Pada Rabu (29/8/2018), peso diperdagangkan di angka 31,65 per dolar AS yang menjadi rekor terendahnya.
Pada Juni lalu, negara Amerika Selatan itu sudah menerima kucuran dana dari IMF sebesar US$15 miliar. Buenos Aires dijadwalkan menerima kembali pinjaman tambahan sebesar US$3 miliar pada September.
Macri tidak merinci berapa banyak yang dia harapkan dipinjamkan IMF. Tapi tim ekonomi IMF sudah berada di Argentina untuk merundingkan butir-butir kesepakatan dengan pemerintah.
“Kami sudah sepakat bahwa IMF akan mengucurkan semua dana yang dibutuhkan untuk memastikan dijalankannya program keuangan tahun depan,” kata Macri dalam pidatonya di televisi seperti dikutip kantor berita Reuters, Kamis (30/8/2018).
Nilai tukar Argentina anjlok sekitar 40 persen sepanjang tahun ini. Penurunan paling tajam terjadi pada Agustus 2018 yaitu sebesar 12 persen.
Peso pun menjadi mata uang dengan kinerja paling buruk di antara pasar negara berkembang. Kondisi ini memicu reaksi berantai. Investor mengalihkan dananya ke negara lain yang membuat peso tidak berdaya. Keadaan ini mirip seperti yang dialami Turki dengan lira-nya.
Beberapa hari lalu, lembaga pemeringkat Moody’s sudah memperingatkan bahwa Argentina bisa terperosok ke jurang resesi. Krisis di negara itu diperkirakan belum akan berakhir hingga memasuki 2019.
Surat utang Argentina berjangka 10 tahun juga turun 0,56 persen ke angka US$75,59 sen.
Kontraksi
Pada Senin lalu, Menteri Keuangan Nicolas Dujovne mengingatkan bahwa perekonomian Argentina akan mengalami kontraksi sebesar satu persen pada 2018. Angka itu lebih rendah dari prediksi pertumbuhan yaitu tiga persen.
Krisis ekonomi ini mengancam kelanggengan pemerintahan Macri. Data dari Universitas Di Tellato memperlihatkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap pemerintah turun 1,94 persen (dalam skala 0-5) pada Agustus 2018. Angka ini adalah yang terendah sejak Macri menduduki kursi presiden pada Desember 2015.
Meski awan gelap belum beranjak pergi, pengamat keuangan melihat ada tanda-tanda pemulihan. Pakar ekonomi Goldman Sachs menyebut permintaan Macri ke IMF sebagai “perkembangan positif”. Pakar ekonomi BTG Pactual, Alejo Costa, mengatakan percepatan pengucuran dana talangan dari IMF akan menjadi prestasi tersendiri buat Macri.
Miguel Kiguel, direktur eksekutif lembaga konsultasi Econ Views di Buenos Aires, yang jgua mantan pejabat di Kementerian Keuangan, mengatakan semakin cepat pinjaman cair, semakin cepat Argentina menghilangkan keraguan pasar.
“Ini kabar baik, tapi masih ada beberapa rincian yang belum terungkap. Pemerintah harus menjelaskan lebih banyak seperti apa rinciannya,” kata Kiguel.
Krisis mendera Argentina berawal dari anjloknya nilai tukar peso terhadap dolar AS pada April 2018. Nilai tukar turun karena investor mencemaskan kemampuan pemerintah mengendalikan inflasi dan kenaikan suku bunga pinjaman.
Pemerintah sempat dianjurkan untuk langsung meminta bantuan IMF. Tapi bank sentral Argentina masih berusaha menahan laju penurunan peso dengan menaikkan suku bunga simpanan hingga 45 persen dan melepas miliaran dolar AS ke pasar uang.
Kebijakan yang tidak bijaksana itu gagal melindungi peso dari penurunan. Nilai peso terus turun, sementara pemerintah kehabisan valuta asing.
Direktur IMF, Christine Lagarde, memperingatkan Argentina harus mengikuti arahan lembaga itu jika inign mendapatkan dana talangan.

“Terkait besarnya defisit fiskal dalam beberapa tahun terakhir, program ekonomi pemerintah harus mengacu pada tujuan untuk mencapai keseimbangan primer pada 2020,” kata Lagarde.
“Hal itu akan menjadi faktor penting untuk mengembalikan kepercayaan pasar. Perbaikan proses penyusunan anggaran dan kepatuhan pada acuan jangka menengah untuk kebijakan fiskal ini akan membantu mencapai tujuan tersebut,” ujarnya.
“Pemerintah juga harus membangun kembali kredibilitasnya di tengah inflasi yang tinggi ini, antara lain dengan memperkuat kemandirian bank sentral, serta tidak lagi membiayai bank sentral dengan uang negara secara langsung dan tidak langsung. Jika dipatuhi, langkah ini akan mengembalikan inflasi ke satu digit di akhir 2021,” kata Lagarde.