JAKARTA (Portonews.com) – PT (Persero) Pertamina mengakui adanya ceceran tumpahan minyak, hasil pantauan satelit yang menunjukkan tumpahan minyak di Balikpapan makin meluas. Penanganan tumpahan minyak itu belum tuntas seluruhnya, karena ada di beberapa tempat yang masih terus diupayakan pembersihan tumpahan minyak. Demikian dikemukakan oleh Vice President Corporate Communication PT Pertamina, Adiatma Sardjito menanggapi pertanyaan Portonews.com di Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Sejak peristiwa bocornya pipa minyak Pertamina pada hari Sabtu 31 Maret 2018 lalu, fokus penanganan adalah di daerah Area I yang membahayakan yakni Kawasan Pertamina maupun permukiman di pantai yakni perkampungan wars di sekitar pantai. Pada hari Senin, Selasa, dan Rabu diupayakan tuntas Kawasan vital Pertamina tersebut, sehingga lalu lintas kapal tanker tidak terhambat masuk ke Pelabuhan Semayang. Kemudian, warga yang bermukim di sekitar pantai juga bisa terhindar dari bencana, termasuk dampak tumpahan minyak yang memungkinkan warga menjadi sakit.
Menurut Adiatma, penanganan tumpahan minyak itu masih berlangsung hingga hari ini, baik di tengah laut maupun di tepi pantai seperti di kawasan permukiman kampung di sekitar pantai dan daerah hutan mangrove. Kawasan ini memang sangat sulit, karena harus dibersihkan satu persatu, sehingga membutuhkan waktu lama.
Khusus penanganan tumpahan minyak yang sudah meluas hingga ketengah laut, pada awalnya Pertamina mengerahkan sekitar 15 tug boat dan 21 kapal. Namun beberapa hari lalu telah dikurangi dan sekarang tinggal 5 kapal yang ditugaskan untuk menangani tumpahan minyak tersebut.
Adiatma mengakui, tumpahan minyak yang kian meluas itu dikejar dengan menggunakan kapal hingga ke wilayah Utara yakni ke arah Sepinggan dan dan juga ke wilayah Timur yakni Selat Makassar. Pantauan satelit di Kawasan Selat Makassar ditemukan adanya tumpahan minyak yang berasal dari Teluk Balikpapan. “Dari pantauan satelit itu ditemukan ada bitnik-bintik dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Kita juga bersyukur karena adanya perubahan musim di kawasan itu, di mana saat minyak tumpah terjadi gelombang diam, sehingga tidak menyebar secara cepat,”katanya.

Di bagian lain, Kepala Subdirektorat Keteknikan dan Keselamatan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Dr I Gusti Suarnaya Sidemen ketika dihubungi secara terpisah membenarkan adanya tumpahan minyak Pertamina dari Teluk Balikpapan yang sudah menyebar hingga ke Selat Makassar. Namun sudah dilakukan penanganan yakni Pertamina dan KKS area VI. ENI ikut memantau,” kata Sidemen.
Region Manager Communication & CSR Pertamina Kalimantan, Yuddy Nugraha juga mengakui bahwa tumpahan minyak Pertamina dari Teluk Balikpapan sudah melebar hingga ke Selat Makassar. “Saya memantau ada pemberitaan tentang hasil pantauan Satelit bahwa tumpahan minyak sudah meluas hingga ke Selat Makassar,” kata Yudi Nugraha melalui pesan singkatnya ke Portonews.com.
Data yang dihimpun Portonews.com, pihak PT Pertamina sepertinya berusaha menutup-nutupi kasus tumpahan minyak itu bahwa seolah-olah semuanya telah usai dibersihkan oleh pihak Pertamina. Padahal, minyak yang bath dibersihkan adalah di sekitar pelabuhan dan Kawasan permukiman. Sementara itu, tumpahan minyak di tengah laut masih sangat besar. Berdasarkan data yang dihimpun tim Portonews di lapangan Jumlah tumpahan minyak di Selat Makassar itu masih banyak dan meluas, namun Pertamina mengklaim sudah sedikit.
Kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan juga membuktikan adanya kecerobohan Pertamina, sehingga memiliki dampak yang sangat buruk. Pertamina diharapkan dapat cepat melakuan upaya agar tidak meluas seperti yang terjadi saat ini.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pertamina dapat terkena sanksi pada Pasal 99 ayat 1, 2 dan 3 yang jelas menyebutkan “Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”
Lalu Pada ayat 2 “Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”
Dan tentunya Pertamina juga dapat dikenai sanksi yang disebutkan pada ayat (3) “Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah)”
Dan masih ada beberapa sanksi dan kerugian-kerugian lainnya yang dapat dijatuhi kepada pihak Pertamina. (kbn)