Jakarta, Portonews.com – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bertemu dengan sejumlah importir AS di Washington DC, Amerika Serikat (AS) untuk memperjuangkan agar Indonesia tetap mendapat bea masuk rendah dari AS dalam fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).
Dalam siaran persnya, Rabu (25/7/2018), Mendag mengatakan sebetulnya importir kelas menengah di AS masih membutuhkan produk RI yang diberi fasilitas GSP. “Indonesia memahami adanya review atas penerima GSP. Namun, Indonesia berharap hasil review tidak menganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS yang selama ini memanfaatkan skema GSP. Tanpa skema GSP, harga produk akan naik dan daya saing akan terganggu,” katanya.
Sepanjang tahun lalu, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai US$ 1,9 miliar. Angka ini masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar US$ 5,6 miliar, Thailand US$ 4,2 miliar, dan Brasil US$ 2,5 miliar.
Produk ekspor RI yang ke AS yang masuk ke dalam komoditas penerima GSP antara lain ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat-alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.
Seperti diketahui, AS tengah mengevaluasi apakah RI masih pantas menerima fasilitas GSP atau tidak. Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, bahwa impelementasi GPN menjadi salah satu dari sejumlah alasan yang membuat AS merasa dihambat oleh Indonesia. Hal itu, pada akhirnya berujung pada evaluasi fasilitas GSP yang selama ini diterima Indonesia dari negeri adidaya itu.