Di wilayah Indonesia diidentifikasi terdapat 128 cekungan (basins) yang kemungkinan terdapat kandungan hidrokarbon. Di antaranya, terdapat 74 cekungan yang sama sekali belum dieksplorasi.
Jakarta, Portonews — Perusahaan-perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebagai pelaku kegiatan hulu migas pada Q1 2018 menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas, Amien Sunaryadi mengemukakan Ringkasan Capaian Hulu Migas – Q1 2018, di mana Reserve Replacement Ratio (RRR) sebagai parameter peningkatan Cadangan Migas, mencapai 36% dari target RRR sebesar 100%.
Sementara untuk capaian lifting migas, dibukukan sebesar 1.890 ribu barrel oil per day (BOPD), atau 94% dari target APBN 2018 sebesar 2.000 ribu BOPD. Angka itu berasal dari realisasi lifting minyak bumi sebesar 752 ribu BOPD, atau 94% dari target APBN 2018 sebesar 800 ribu BOPD, dan dari realisasi lifting gas bumi sebesar 1.139 ribu BOEPD, atau 95% dari target APBN 2018 sebesar 1.200 ribu BOEPD.
Untuk lifting minyak, KKKS Chevron Pacific Indonesia menjadi yang terbesar kontribusinya melalui wilayah kerja Rokan di Provinsi Riau dengan lifting minyak 224.300 bph atau 28% terhadap total target lifting di APBNP dan 97,9% terhadap target perusahaan.
Sementara untuk lifting gas, KKKS Total E&P Indonesie menyumbang sebesar 1.255 MMSCFD atau 20% terhadap total target lifting di APBNP dan 96,7% terhadap target perusahaan. Gas bumi tersebut berasal dari wilayah kerja Blok Mahakam.
Amien menambahkan, minyak dan gas dalam jumlah tersebut dihasilkan oleh 73 perusahaan KKKS yang beroperasi di 264 wilayah kerja migas di seluruh Indonesia. Pada Q1 2018, Penerimaan Negara dari Hulu Migas mencapai US$3,9 milliar, atau 33% dari target APBN 2018, sebesar US$11,9 milliar.
Sedangkan capaian Pengembalian Biaya Operasi (Cost Recovery) pada Q1 2018 mencapai US$2,6 miliar, atau 26% dari target APBN 2018 sebesar US$10,11 miliar. Sementara investasi di sektor migas mencapai US$2,4 miliar, atau 17% dari target 2018 sebesar US$14,2 Miliar.
Rendahnya angka investasi di sektor migas pada 2018, bisa diperkirakan sebelumnya, di mana beberapa kali lelang wilayah kerja migas pada tahun 2017 kurang diminati investor. Rendahnya minat investor, disebabkan beberapa hal.
Pertama, selama beberapa tahun hingga Q4 2016 rata-rata harga minyak dunia di bawah US$40 per barel. Terhadap lapangan migas yang proven sekalipun, para investor kurang berminat karena rendahnya harga minyak menyebabkan tingkat margin yang tipis.
Selain itu, keengganan para investor migas juga disebabkan ketentuan untuk kontrak kerja sama baru, production sharing contract (PSC) diterapkan dipakai skema gross split, sesuai Permen ESDM No.52 Tahun 2017. Ketika harga minyak belum kembali le level normal, likuiditas perusahaan-perusahaan KKKS relatif rendah. Mereka nyaris tidak mungkin untuk melakukan kegiatan eksplorasi dengan biaya sendiri.
Selain itu, Amien mengemukakan, hingga Q1 2018, di wilayah Indonesia diidentifikasi terdapat 128 cekungan (basins) yang memiliki kemungkinan terdapat kandungan hidrokarbon. Kandungan hidrokarbon adalah kekayaan alam yang membentuk migas (minyak bumi dan gas alam). Dari semua cekungan tersebut, terdapat 74 cekungan yang sama sekali belum dieksplorasi.
Oleh karena itu diperlukan kegiatan eksplorasi yang masif, baik onshore maupun offshore, untuk mengidentifikasi kandungan hidrokarbon, agar pada akhirnya bisa ditemukan cadangan migas baru. Semua pihak, kata Amien, harus mendukung eksplorasi migas, melalui kebijakan memudahkan perizinan, memuluskan pembebasan lahan, meminimalkan pungutan, dan memfasilitasi penyelesaian aspek sosial, apabila ada. (Yus)