Tumbuh kembangnya industri dalam negeri harus dibarengi dengan pengelolaan pasar domestik dan ekspor yang optimal.
Kebijakan terkait TKDN menurut Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi merupakan kebijakan berbau proteksionistis. Meminjam istilah yang dipakai oleh mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri, kebijakan itu layak disebut kebijakan dinosaurus, karena di banyak negara sudah banyak ditinggalkan.
Tapi kalau orientasinya adalah pertumbuhan dan penguatan
daya saing industri dalam negeri, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian harus melihatnya lebih komprehensif, dari hulu hingga hilir. Di sektor hulu, Kemenperin hendaknya menetapkan industri mana saja yang diprioritaskan.
Pertimbangannya, ketersediaan bahan baku yang cukup dan berkesinambungan, teknologi dan sumber daya manusianya sudah dikuasai dan bisa dikembangkan, dan demand atau pasar yang captive harus mencapai tingkat keekonomian dalam jangka panjang.
Karena tiap jenis industri mempunyai potensi, market size, daya saing, yang berbeda-beda. Jadi tidak semua jenis industri dalam negeri dipaksakan untuk tumbuh. Karena bagaimanapun industri adalah sektor yang capital intensive dan technology intensive.
“Yang pertama adalah Kementerian Industri sendiri harus menentukan yang berprioritas. Setelah ditentukan industri prioritasnya apa? Lalu perlu koordinasi yang baik dengan Kementerian Perdagangan, karena berkaitan dengan ekspor. Itu perlu kita kaji bersama-sama,” kata Fithra.
Yang kedua, menurut Fithra, yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sudah sangat on the track, untuk menopang industri juga ke depannya, tapi untuk target penyerapan tenaga kerja beda lagi. Untuk infrastruktur memang bisa menopang industri, meningkatkan akselerasi industri. Dulu, sampai tahun 2004, setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan membuka 200 ribu lapangan kerja baru. Akan tetapi saat ini kontribusi sektor industri terhadap GDP sudah kurang dari 20%.
Tumbuh kembangnya industri dalam negeri harus dibarengi dengan pengelolaan pasar domestik dan ekspor yang optimal. Kalau pemerintah tidak bisa menjaga pasar domestik dari berbagai distorsi, tidak ada jaminan industri dalam negeri bisa maju.
“Makanya, harus ada kebijakan yang komfrehensif dari hulu ke hilir, seperti di Thailand. Mereka jelas prioritasnya. Mereka mau jadi apa? Mereka mau jadi ‘Project of Asia’, maka dibangunlah infrastruktur dari hulu ke hilir untuk industri otomotif. Mereka gak ngerti tentang mobil, tapi mereka jadi pusat industri komponen, bukan hanya di Asia Tenggara, mungkin yang terbesar di dunia setelah Meksiko.”(yus)