Jakarta, Portonews.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah, lantaran tidak bertahannya devisa hasil ekspor di dalam negeri dan kebijakan rezim devisa bebas yang dianut Indonesia.
Menurutnya, hanya 80 persen devisa hasil ekspor yang masuk, namun tidak lama kemudian dana tersebut keluar lagi dari sistem keuangan Indonesia. “Jadi mungkin diperlukan suatu sikap yang jelas, bahwa semua ekspor harus masuk devisanya,” ujar pria yang akrab disapa JK ini, dalam sebuah diskusi ekonomi di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (2/8/2018).
JK menambahkan Indonesia memang tidak seperti negara Thailand yang menerapkan sistem rezim devisa terkendali. Dimana semua devisa hasil ekspor harus masuk ke sistem keuangan Thailand dan mengendap selama enam bulan. Kebijakan ini membuat pasokan valuta asing di pasar domestik lebih stabil.
“Memang kita salah satu negara yang devisanya terlalu bebas, setelah [kebijakan] deregulasi tahun 80-an. Pada waktu krisis 1998, kita sangat mempermudah keluar masuknya devisa,” kata Kalla.
Maka dari itu, dia menilai Indonesia bukan hanya perlu meningkatkan ekspor dan mengurangi impor. Namun, dibutuhkan pula aturan yang lebih baik terkait pengelolaan devisa.
JK menjelaskan dengan kondisi saat ini cara yang bisa diambil pemerintah adalah mengendalikan impor serta mendorong ekspor. Lalu dia memberi contoh bagaimana rencana peningkatan ekspor sawit, terhalang dengan pembatasan yang diberlakukan oleh Eropa.
“Maka terpaksa kita ancam juga Eropa. Kita berhenti beli Airbus. Begitu kita ancam, langsung seluruh duta besarnya datang untuk mengklarifikasi. Akhirnya, sawit itu ditundalah pelaksanaannya,” tutur JK.
Dia menyampaikan, saat ini Indonesia tengah berusaha mengendalikan impor dengan berbagai cara. Termasuk kompenen proyek infastruktur.
“Yang banyak itu listrik, itu banyak komponen impor. Hampir seluruhnya. […] Ini akan diklasifikasikan untuk mengurangi impornya. Saya malah mengusulkan sudah kita hentikan impor mobil yang di atas 3000 CC,” imbuhnya. (Dan)