Dari segi peraturan, satu produk dalam negeri TKDN-nya minimal 40%, maka tidak boleh membeli produk impor. Namun, audit yang dilakukan belum sampai pada audit kebijakan, masih audit prosedur.
Kementerian Perindustrian sebagai Ketua Timnas Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) sebagaimana disebutkan dalam Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2009, Airlangga Hartarto mengemukakan, Peraturan Presiden terkait TKDN yang akan diterbitkan dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatkan potensi industri domestik.
“Nantinya akan ada pembentukan tim monitoring pemerintah yang intinya akan melakukan pengawasan tingkat implementasi TKDN di pengadaan pemerintah Kementerian, Lembaga Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota,” kata Airlangga.
Ia menegaskan, peningkatan penggunaan produk barang dan jasa dalam negeri juga harus diimplementasikan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Karenanya, kewajiban tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sudah ditentukan dalam aspek perencanaan proyek yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2017 Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Lebih jauh Airlangga menjelaskan, penggunaan komponen lokal akan meningkatkan daya saing industri nasional. Menurut Airlangga, perusahaan yang menggunakan konten lokal tidak hanya mendapatkan insentif, tetapi juga peningkatan daya saing. “Seharusnya, produk dalam negeri memiliki beberapa keunggulan, terutama dari segi harga. Setidaknya, tidak diperlukan waktu pengiriman yang panjang, otomatis biaya pengiriman impor juga tidak ada.”
Di sektor migas dan usaha penunjang migas, TKDN pada tingkatan tertentu menjadi salah satu syarat bagi perusahaan industri sebagai vendor bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), agar produk-produknya bisa masuk ke dalam buku Apresiasi Produk Dalam Negeri (APDN). Sedangkan list produk berikut tingkatan TKDN-nya tersimpan di e-Catalogue Kemenperin.
Tapi pada kenyataannya, tidak jarang ada KKKS atau institusi negara yang memilih produk impor. Padahal, jenis produk dengan spesifikasi, kualitas, dan harga yang kompetitif, sudah ada dalam daftar APDN. Seperti yang dikatakan Airlangga, untuk digunakan di Indonesia, produk dalam negeri Indonesia pasti memiliki banyak keunggulan, dalam kualitas, kecocokan, dan harga.
Sementara Menteri Perindustrian sebagai Ketua Timnas Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN), adalah kepanjangan tangan Presiden dalam mengimplementasikan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang-Jasa Pemerintah perlu menetapkan Permenperin tentang Pedoman Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sebagai pedoman teknis, Menteri Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No.2 Tahun 2014 tentang Pedoman Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang – Jasa oleh Pemerintah.
Dalam Permenperin No.2 Tahun 2014 itu dijelaskan, ruang lingkup pengaturan dalam pedoman peningkatan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah meliputi produk dalam negeri, pemanfaatan jasa perusahaan jasa dalam negeri, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan bobot manfaat perusahaan, daftar inventarisasi barang-jasa produksi pemerintah, dan verifikasi TKDN.
Tim P3DN bertugas melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan, pemberian penghargaan, pengenaan sanksi. Penggunaan produksi dalam negeri dalam pengadaan barang-jasa oleh pemerintah dilaporkan oleh pimpinan kementerian, lembaga, dan semua instansi negara, kepada Ketua Timnas P3DN setiap tahun paling lambat pada minggu kedua bulan Januari pada tahun berikutnya. Kemudian, Ketua Timnas P3DN melaporkan hasil kerjanya kepada Presiden setiap tahun paling lambat pada minggu kedua bulan Februari pada tahun berikutnya.
Sanksi administratif dapat dikenakan kepada Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Unit Layanan Pengadaan, dan Pejabat Pengadaan yang menyimpang dari ketentuan dalam Peraturan Menteri No.2 Tahun 2014 ini.
Penyedia barang-jasa dapat dikenakan sanksi apabila membuat dan atau menyampaikan dokumen dan atau keterangan lain yang tidak benar terkait dengan capaian TKDN, dan berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya ketidak-sesuaian dalam penggunaan barang-jasa produksi dalam negeri. Sanksi tersebut berupa sanksi administratif dan sanksi finansial atau denda.
Menanggapi apa yang dikatakan Airlangga, Adviser Pengadaan Barang dan Jasa Dengan Pembiayaan Asian Development Bank (ADB), yang juga mantan Mantan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Djamaludin Abubakar mengatakan, kalau dari segi peraturan, begitu ada satu produk dalam negeri TKDN-nya minimal 40%, maka tidak boleh membeli produk impor.
Masalahnya, audit yang dilakukan belum sampai pada audit kebijakan, masih audit prosedur. Kebijakan Presiden ini harus dilaksanakan oleh kementerian, lembaga, instansi, dan lain-lain, tapi sangat lemah pengawasannya. “Lalu apa sanksi terhadap pelanggaran TKDN? Sejauh ini saya belum pernah mendengar ada satu lembaga negara dikenakan sanksi karena melanggar Perpres itu. Ya itu tadi, pengawasannya lemah,” kata Djamaludin.
Karenanya, sosialisasi kebijakan tersebut harus diintensifkan, dan harus ada pemaksaan. Di sisi lain, masyarakat juga harusnya ikut mengawasi, para produsen dan supplier produk dalam negeri harus aktif jika ada pelanggaran. Kalau ada yang protes terhadap satu hasil lelang atau penunjukan langsung yang tidak memilih produk dalam negeri, akan didukung oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Djamaludin menambahkan, semua data itu akan diaudit oleh auditor internal maupun BPK. Jika terjadi pelanggaran harus dilakukan pengembalian atau pembatalan pembelian. Kalau memang terjadi kerugian akibat belanja produk impor. Menurutnya, hal itu itu tidak bertentangan dengan Undang Undang Perdagangan No. 7 Tahun 2014. Karena pemerintah hanya mewajibkan kepada lembaganya sendiri.
“Hingga kini, pemerintah kita juga belum terikat dengan perjanjian government procurement agreement, GPA. Kita belum ratifikasi.” (yus)