Dari enam holding BUMN, sektor pertambangan adalah yang pertama terbentuk. Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) akhir November 2017 lalu, tiga perusahaan BUMN pertambangan, yaitu PT Antam Tbk., PT Bukit Asam Tbk., dan PT Timah Tbk. menyetujui perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terkait perubahan status Perseroan dari Persero menjadi Non-Persero.
Langkah tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2017, tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Inalum (Persero).
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk., Arviyan Arifin mengatakan, dengan adanya holding ini tentu akan mempercepat visi PTBA menjadi perusahaan energi kelas dunia. Pembentukan Holding BUMN Pertambangan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan pendanaan, memperbaiki pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara, meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi dan meningkatkan kandungan lokal, serta efisiensi biaya, dan sinergi yang dilakukan.
“Dalam jangka pendek, holding baru ini akan segera melakukan serangkaian aksi korporasi, di antaranya pembangunan pabrik smelter grade alumina di Mempawah, Kalimantan Barat dengan kapasitas hingga dua juta ton per tahun, pabrik feronikel di Buli Halmahera Timur, berkapasitas 13.500 ton nikel per tahun, dan pembangunan PLTU di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang dengan kapasitas 1.000 megawatt,” ujar Arvian.
Dalam jangka menengah holding BUMN Industri Pertambangan akan terus melakukan akuisisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi. Sementara dalam jangka panjang, holding ini akan masuk sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam 500 Fortune Global Company.
Pemerintah, melalui PT PLN sangat serius merealisasikan proyek listrik 35.000 Megawatt dan pada awal tahun depan sebagian sudah mulai COD dan seterusnya sampai tahun 2019. Ini tentu membutuhkan batubara yang jumlahnya sangat besar.
Sementara Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin mengemukakan, setelah holding terbentuk, Inalum akan mengkosolidasi empat perusahaan. Jadi otomatis, asetnya akan meningkat, yang tadinya Rp21 triliun menjadi Rp88 triliun.
“Kita akan melakukan banyak sinergi. Total equity holding ini mungkin sekitar Rp50 triliun, jadi dengan equity sebesar itu, kita bisa menarik dana dari perbankan hingga Rp150 triliun. Karena ketentuan perbankannya memungkinkan debt to equity ratio-nya (DER) hingga tiga kali. Kami jadi leluasa untuk melakukan aksi korporasi,” kata mantan Dirut Bank Mandiri itu.