Jakarta, Portonews.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus turun. Pada perdagangan Senin (3/9/2018), rupiah mencapai nilai terendahnya dalam 20 tahun terakhir.
Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing dan obligasi untuk menahan laju kejatuhan rupiah.
Rupiah diperdagangkan di angka Rp14.777 per dolar AS, yang merupakan nilai terendahnya sejak 1998 dan turun 9,8 persen sejak awal 2018. Pada Selasa (4/9/2018) pagi ini, laman resmi Bank Indonesia (bi.go.id) mencantumkan kurs tengah Rp14.767 per dolar AS.
Krisis dialami negara lain, bukan hanya Indonesia. Tapi sepanjang tahun ini, rupiah menjadi mata uang yang kinerjanya paling lemah di kawasan Asia Tenggara. Pengamat menilai penyebabnya adalah current account deficit dan ketidakpercayaan terhadap pasar berkembang yang merupakan imbas krisis lira Turki.
“Kepemilikan obligasi oleh pihak asing di perusahaan Indonesia meningkatkan utang dalam dolar AS. Hal ini juga memicu pelemahan rupiah,” kata Vishnu Varathan, kepala bagian ekonomi dan strategi Bank Mizuho seperti dikutip CNBC.
Indonesia, yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, punya utang yang sekitar 41 persennya dalam mata uang asing. Jika rupiah terus terpuruk, utang itu akan menjadi lebih besar.
“Keadaan ini diperparah kenaikan harga minyak terkait sanksi ekonomi terhadap Iran. Potensi menembus Rp15.000 di depan mata,” kata Varathan memperingatkan.
Pengamat lain mengatakan intervensi Bank Indonesia tidak efektif.
“Pemerintah sudah secara aktif menopang pasar valas dan obligasi di tengah ketidakpastian ini. Di tengah penurunan nilai tukar regional, upaya intervensi ini memang bisa menahan laju penurunan. Tapi langkah itu akan segera mendapatkan perlawanan,” kata pakar ekonomi DBS, Radhika Rao.
BI sudah melakukan langah-langkah untuk menopang nilai tukar rupiah, antara lain dengan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali, terakhir pada Agustus 2018. BI juga sudah mengeluarkan cadangan valasnya untuk membeli rupiah.
Langkah lain adalah membatasi impor. Jika impor bisa ditekan, kebutuhan menukar rupiah dengan mata uang asing juga akan turun.
Tuan Huynh, dari Deutsche Bank Wealth Management di Asia Pasifik, dalam laporannya menulis bahwa CAD Indonesia “membuatnya rentan menghadapi krisis pendanaan”. Dia mencatat bahwa defisit membesar menjadi US$2 miliar pada Juli 2018, yang merupakan defisit bulanan terbesar sejak Juli 2013.
Huynh yakin bahwa kebijakan moneter Indonesia sepanjang sisa tahun ini akan lebih banyak untuk menciptakan stabilitas dan menjaga nilai tukar rupiah.