Jakarta, Portonews.com – Demi menyelamatkan nilai tukar rupiah dan menekan defisit transaksi berjalan, Presiden Joko Widodo melarang PT Pertamina (Persero) impor minyak mentah dan mewajibkan untuk beli jatah ekspor minyak kontraktor asing yang diproduksi dalam negeri.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memaparkan saat ini kebutuhan konsumsi minyak RI mencapai 1,3 juta hingga 1,4 juta barel per hari, sementara rata-rata produksi sekitar 760 ribu -770 ribu barel per hari (target APBN di 800 ribu barel per hari).
Selama ini, untuk memenuhi angka konsumsi, RI mengimpor dua jenis minyak yakni minyak mentah dan BBM . “Ekspor atau impor crude (minyak mentah) gini aja dihitung kira-kira, produksi itu 800 ribu, diekspor mungkin 200 ribu-300 ribu sehari. Impornya juga kira-kira segitu (crude), yang lainnya produk,” kata Jonan, Rabu (15/8/2018).
Dengan instruksi presiden, kini Pertamina wajib membeli jatah ekspor kontraktor asing sebanyak 200 ribu barel. “Yang lainnya impor produk, karena total konsumsinya kan 1,3 juta -1,4 juta barel,” lanjut Jonan.
Sekarang, kata Jonan, Pertamina wajib membuat tawaran untuk membeli produksi minyak mentah tersebut. Mekanismenya akan diatur lebih lanjut oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito mengatakan, penugasan Pemerintah untuk Pertamina membeli seluruh lifting minyak dari KKKS nantinya menggunakan harga pasar atau sesuai harga ICP (Indonesian Crude Price).
“Ya dibeli berdasarkan ICP, itu kan harga rata rata. Jadi, bisa lebih murah, karena transportasi tidak kami hitung, sehingga memang harapannya bisa menghemat ya, dan kedua, yang paling penting devisa tidak keluar,” ujar Adiatma kepada media saat dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (15/8/2018).