Rusia, Portonews – Mencari solusi pengembangan energi alternatif, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengunjungi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Rosatom sebagai pembangkit nuklir terbesar di Rusia, akhir pekan lalu. Kunjungan kerja bersama tujuh perwakilan kampus ini bertujuan mempelajari teknologi nuklir yang menjadi energi alternatif di Indonesia.
Dalam rangka kunjungan kerja ke Rusia ini, PLN membawa rektor dan perwakilan dari tujuh perguruan tinggi ternama Indonesia agar bisa tercipta sinergi pemahaman bersama mengenai pemanfaatan energi nuklir. Rombongan PLN dan delegasi diterima oleh Deputy Chief Engineer Rosatom Sergei Vitkovskiy dan jajaran manajemen. Kunjungan ke NPP Novovoronezh ini meliputi tinjauan ke pusat pelatihan Rosatom, ruang mesin, dan panel kontrol PLTN.
Kunjungan kerja PLN bersama para akademisi ke Rusia ini telah berlangsung selama 5 hari. Sebelum mengunjungi NPP Novovoronezh, PLN bertandang ke instansi perguruan tinggi seperti MPEI, Gubkin State University dan MEPhI. Universitas Indonesia dan Institut Pertanian Bogor berhasil teken kesepakatan (MoU) dengan RSAU-MTT melalui kunjungan ini.
Melalui kunjungan kerja ini, PLN diharapkan agar dapat membentuk sebuah link and match persepsi antara industri dengan akademik tentang pemanfaatan teknologi nuklir.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PLN Djoko R. Abumanan mengatakan bahwa kunjungan itu untuk mempelajari secara langsung teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir yang digunakan oleh NPP Novovoronezh. Di mana, Kunjungan dilakukan di pembangkit terbaru Rosatom, yaitu NPP Novovoronezh Unit 6 yang berkapasitas 1.200 megawatt (MW) di Voronezh, Rusia, Jumat (7/9).
“Kami tertarik bagaimana kemajuan riset dan teknologi [nuklir] yang dimiliki Rosatom khususnya di Unit 6 yang menggunakan teknologi nuklir teranyar. Kami rasa tepat jika melakukan benchmarking [pembanding] ke NPP Novovoronezh sebagai PLTN terbesar di Rusia,” ujar Djoko seperti dikutip dari bisnis.com.
“Kami bersama dengan para akademisi, mengunjungi PLTN Novovoronezh ini agar memiliki pemahaman lebih mendalam tentang pemanfaatan teknologi nuklir serta plus minus penerapan PLTN. Selain itu kita juga benchmarking terhadap sistem pelatihan sdm mereka,” tammbahnya.
Perlu diketahui, NPP Novovoronezh Unit 6 menggunakan teknologi nuklir terbaru dengan tipe reaktor VVER 1200. PLTN ini merupakan PLTN dengan teknologi generation 3+ pertama di dunia, dengan masa hidup selama 60 tahun. PLTN ini memproduksi daya listrik sebesar 1195,4 MW dan daya panas 3200 MW yang biasanya digunakan untuk pemanas gedung-gedung dan perumahan di Rusia saat musim dingin.
Sistem keamanan dan pengamanan dari teknologi VVER 1200 terdiri atas containment internal dan external. Barrier system terdiri atas fuel pellet, fuel pin cladding, primary circuit boundary, protective containment dan biological shield. Dengan berbagai sistem perlindungan tersebut, NPP Novovoronezh memiliki angka kecelakaan nol. Di sistem pelatihan, Rosatom menjadi salah satu perusahaan dengan praktik terbaik untuk diaplikasikan menurut OSART Mission.
Sebelumnya, Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) memangkas proyeksi pertumbuhan pembangkit listrik tenaga nuklir dari 68% menjadi paling tinggi 56% pada 2030.
Berdasarkan laporan resmi IAEA, pihaknya memprediksi perkembangan energi nuklir selama 15 tahun ke depan akan tumbuh secara lambat mengingat rendahnya bahan bakar fosil saat ini. Selain itu, persaingan yang ketat antar penggunaan energi baru terbarukan lainnya juga membuat pemanfaatan nuklir tidak setinggi yang diharapkan.
Namun, Wakil Direktur Umum IAEA Mikhail Chudakov mengatakan bahwa pihaknya optimis nuklir masih akan memainkan peran penting dalam bauran energi internasional.
Dia mengatakan, kapasitas PLTN hanya akan meningkat dengan kisaran 1,9% (390,2 gigawatt) hingga 56% (598,2 GW) pada 2030 dibandingkan pada 2015. Padahal sebelumnya IAEA optimis penambahan akan berkisar antaran 2,4% hingga 68% dari 2015.
Mikhail menyebut proyeksi tersebut mengindikasikan lambatnya pertumbuhan tenaga nuklir sejak 2011 setelah kecelakaan nuklir di Fukushima dan Daiichi. Hal tersebut lantaran diberlakukannya persyaratan keselamatan tinggi setelah kecelakaan Fukushima.