New York, Portonews.com – Harga minyak turun lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Rabu (5/9/2018) atau Kamis (6/9/2018) pagi WIB setelah badai tropis Gordon melemah dan menjauh dari daerah-daerah penghasil minyak, serta dipicu pula meningkatnya kekhawatiran bahwa perselisihan dagang global dan krisis mata uang Turki akan mengurangi permintaan.
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 1,15 dolar AS atau 1,65 persen menjadi menetap di 68,72 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November turun 90 sen AS atau 1,15 persen menjadi ditutup pada 77,27 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Patokan global telah naik di sesi sebelumnya menjadi 79,72 dolar AS per barel, tertinggi sejak Mei.
Minyak mentah melonjak pada Selasa (4/9/2018) karena perusahaan-perusahaan minyak menutup lusinan anjungan lepas pantai untuk mengantisipasi kerusakan akibat badai tropis Gordon.
Namun, pada Rabu (5/9/2018) badai tropis itu telah mendarat dan melemah tidak menimbulkan kerusakan besar pada fasilitas produksi minyak lepas pantai dan perusahaan-perusahaan energi serta operator pelabuhan di sepanjang Pantai Teluk AS mengambil langkah-langkah untuk melanjutkan kembali operasinya.
“Harga sebelumnya Selasa (4/9/2018) naik dalam antisipasi bahwa badai dapat menimbulkan kerusakan pada sektor produksi dan penyulingan, tetapi setelah semua dikatakan dan terjadi kami kehilangan sedikit produksi serta kilang-kilang di Mississippi dan Louisiana terus berjalan saat Gordon melakukan pendaratan,” kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, dikutip dari Reuters.
Secara keseluruhan, perusahaan menghentikan 156.907 barel per hari produksi minyak, menurut perkiraan Selasa (4/9/2018) oleh Biro Keamanan dan Penegakan Lingkungan AS.
Minyak juga melemah karena perselisihan perdagangan Amerika Serikat-China meningkatkan kekhawatiran permintaan. Presiden AS Donald Trump dapat mengenakan tarif pada lebih dari 200 miliar dolar AS impor dari China setelah periode komentar publik tentang tarif baru berakhir pada Kamis.
Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan, sengketa perdagangan global dapat merugikan permintaan energi di waktu mendatang. Juga membebani minyak mentah berjangka adalah krisis mata uang di Turki. Lira telah jatuh lebih dari 40 persen tahun ini.
“Kekhawatiran krisis mata uang Turki menyebar ke pasar negara berkembang lainnya, yang telah mendorong kekhawatiran sisi permintaan,” kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy.
Minyak dapat memperoleh dukungan, jika laporan mingguan tentang persediaan AS menunjukkan penurunan dalam stok minyak mentah, seperti yang diperkirakan. Para analis memperkirakan, secara rata-rata, bahwa stok turun sekitar 1,9 juta barel pekan lalu.
American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, merilis laporan persediaannya pada pukul 16.30 waktu setempat (20.30 GMT) pada Rabu (5/9/2018), sehari lebih lambat dari biasanya karena hari libur Hari Buruh AS pada Senin (3/9/2018).
Sanksi-sanksi AS yang menargetkan sektor minyak Iran mulai November sudah mengurangi ekspor dari produsen terbesar ketiga OPEC itu dan menetralkan dampak dari perjanjian oleh OPEC dan sekutu-sekutunya untuk memproduksi lebih banyak minyak.
“Dengan antisipasi hingga 1,5 juta barel per hari dari dampak sanksi-sanksi AS terhadap Iran, orang akan memperkirakan harga akan bergerak lebih tinggi pada minggu-minggu mendatang,” kata Stephen Innes, dari broker berjangka OANDA. (antaranews.com/chk)