Jakarta, Portonews – Meski sudah menjadi kewajiban dan diatur dalam UU, nyatanya masih banyak perusahaan di Indonesaia malah tidak melaporkan kegiatan aksi merger atau akuisisi kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU). Hal ini diungkapkan Ketua KPPU Kurnia Toha.
Kurnia menyatakan keprihatinnya atas banyaknya perusahaan yang ogah melaporkan aksi merger atau akuisisi. Bahkan, perusahaan yang sudah listing di pasar modal pun ada yang telat memberikan laporan. Kondisi ini pun menjadi perhatian serius dari KPPU.
“Pelaku usaha yang melakukan merger atau akuisisi, termasuk yang sudah listing di PM (pasar moda) ternyata banyak yang telat melapor. Ada yang empat hari sampai satu tahun,” sebutnya di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Senin (3/12/2018).
Dia menambahkan, sejatinya perusahaan yang terlambat melapor soal perihal merger dan akuisisi akan dikenakan sanksi berupa denda uang. Nilai besaran sanksi denda tersebut tergantung dari lama atau tidaknya dalam membuat laporan kepada KPPU. Yakni, setiap hari keterlambatan dalam melapor denda Rp1 milar dan maksimum Rp25 miliar.
“Kalau besaran merger dan akusisi yang dilakukan sebuah perusahaan yang wajib dilaporkan kepada KPPU bervariasi. Yakni sebesar Rp2,5 trililun untuk satu perusahaan dan Rp5 triliun untuk gabungan dua perusahaan,” sebutnya.
“Bahkan sudah kami beri tahu ke perusahaan pun untuk melapor, masih telat juga,” tambahnya menjabarkan terkait pasal 28 dan 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha.
Kurnia sendiri mengakui, sejauh ini penerapan aturan tersebut belum maksimal dalam mengatur akvititas perusahaan di tanah air akibat ketidaktahuan. “KPPU kan mulai kegiatan tahun 2000. Banyak perusahaan enggak lapor? Kami beritikad baik saja, mungkin mereka kurang paham. Jadi ada juga yang merasa harus menunggu dulu,” tandasnya. (Nap)