Jakarta, Portonews.com – Stacey Cunningham menjadi perempuan pertama yang memimpin Bursa Efek New York (NYSE) sejak lembaga itu didirikan pada 1792. Naiknya Cunningham menegaskan beralihnya dominasi gender di pasar uang Amerika Serikat.
Mengawali kariernya sebagai karyawan magang, perempuan berusia 43 tahun itu mampu naik hingga posisi puncak di Wall Street. Bukan hanya itu, Cunningham berhasil menembus jajaran direksi yang didominasi laki-laki selama 226 tahun.
“Saya berterima kasih kepada para pendahulu saya,” kata Cunningham dalam wawancara dengan NPR, Juni lalu.
“Saya tidak pernah bertemu mereka yang berkecimpung di bursa keuangan ini di masa lalu. Tapi mereka adalah orang-orang yang membantu mendefinisikan karier saya,” ujarnya.
Cunningham, yang sebelumnya duduk di kursi COO (chief operating officer), diangkat menggantikan Thomas Farley pada Mei 2018. Promosi Cunningham sekitar satu setengah tahun setelah Adena Friedman diangkat menjadi CEO perempuan pertama di Nasdaq.
Cunningham mungkin tidak pernah bermimpi bisa berada di posisinya sekarang. Pada 1994, dia melangkahkan kakinya melewati pintu NYSE sebagai karyawan magang. Saat itu dia masih menempuh pendidikan di jurusan teknik industri di Universitas Lehigh.
Kira-kira dua tahun kemudian, dia dapat pekerjaan tetap di lantai bursa NYSE. Cunningham menjadi satu dari segelintir perempuan yang bekerja di antara ribuan laki-laki.
Meski dunia mengalami kemajuan pesat, terutama di bidang teknologi, NYSE cenderung konvensional. Cunningham sempat frustrasi dengan lambannya perubahan di lantai bursa.
Kepada Financial Times, tahun lalu, dia mengemukakan gagasannya untuk memodernisasi bursa.
“Lantai bursa waktu itu masih manual padahal pasar sudah lama meninggalkannya. Saat itu kami masih sulit beralih untuk menerapkan teknologi di lantai bursa. Buat saya, itu keliru,” kata Cunningham.
Pada 2005, Cunningham ambil “cuti kuliner”. Dia libur untuk mengambil kursus masak berdurasi sembilan bulan. Dalam periode itu, Cunningham harus bekerja selama enam pekan di dapur restoran. Menurutnya, pengalaman dan tekanan di lantai bursa membuatnya kuat menghadapi hiruk pikuk profesional.
Cunningham balik lagi ke lantai bursa pada 2007. Kali ini dia masuk ke Nasdaq yang merupakan pesaing NYSE. Dia baru bergabung lagi dengan NYSE di penghujung 2012, tidak lama sebelum bursa efek itu diambilalih oleh Intercontinental Exchange (ICE).
Hanya dalam waktu setahun, Cunningham naik jabatan menjadi kepala bidang penjualan. Dalam kurun tiga tahun kemudian, Cunningham diangkat menjadi COO.
Sebagai anggota kelompok minoritas, Cunningham mengalami sendiri masalah gender di industri jasa keuangan AS. Dia masih ingat masa saat dia masih magang, saat toilet untuk perempuan adalah bilik telepon yang dimodifikasi. Toilet untuk kaum laki-laki cukup mewah, lengkap dengan sofa, berbagai fasilitas, dan ada petugas yang selalu siap melayani.
Sebagai perempuan yang bekerja di bidang yang didominasi laki-laki – sekolah teknik, lantai bursa, dan dapur profesional – Cunningham bertahan karena prinsip yang dipegangnya. “Jangan pernah ragu tentang apakah kita layak berada di sini atau tidak.”
Pendahulu Cunningham, Thomas Farley, meninggalkan NYSE untuk menerima tawaran di sebuah perusahaan akuisisi (SPAC). Perusahaan semacam ini menggunakan uang yang didapat dari bursa efek untuk membeli perusahaan lain. SPAC, yang kabarnya bernama Far Point, disebutkan membidik perusahaan di bidang teknologi-keuangan.