Jakarta, Porotnews.com – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melakukan pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR). Pertemuan tersebut guna membahas isu ditariknya fasiltas tarif impor rendah yang diberikan oleh Amerika Serikat ke produk-produk Indonesia.
Dilansir dari siaran pers Kementerian Perdagangan (Kemendag), Senin (30/7/2018), pertemuan tersebut berlangsung pada 27 Juli lalu di Washington DC.
Dalam pertemuan itu, Mendag menuturkan kunjungan kerja ke AS kali ini sangat tepat waktunya dan strategis dalam menegaskan kembali arti penting perdagangan kedua negara.
“Proses peninjauan ulang (Generalized System of Preferences/GSP) saat ini tengah berlangsung, oleh karena itu kunjungan kali ini sangat tepat waktunya dan strategis dalam menegaskan kembali arti penting perdagangan kedua negara,” kata Enggar.
Mendag menyampaikan kepada perwakilan USTR, Duta Besar Robert E. Lighthizer, bahwa Indonesia akan meningkatkan ekspor produk-produk yang potensial di pasar AS.
Di sisi lain, Indonesia siap membeli bahan baku dan barang modal produksi AS yang tidak diproduksi di dalam negeri untuk mendukung industri Tanah Air sehingga produksi dan ekspor akan meningkat.
“Dubes Lighthizer sangat menghargai dan menyambut baik pendekatan Pemerintah Indonesia untuk bekerja sama meningkatkan hubungan bilateral kedua negara sebagai mitra strategis. Kerja sama Indonesia-AS diharap dapat meningkatkan nilai perdagangan kedua negara yang menurut kami masih sangat rendah dibanding potensi yang ada,” kata Enggar.
Enggar mengatakan Indonesia masih memerlukan fasilitas tarif impor rendah dalam skema GSP dan pengecualian pengenaan kenaikan tarif impor produk besi baja dan aluminium.
“Permintaan mempertahankan GSP untuk Indonesia tersebut tidak hanya untuk kepentingan industri di Indonesia, tetapi juga juga untuk kepentingan industri di AS karena terkait proses produksi domestik mereka, jadi sebetulnya ini kerja sama win-win [saling menguntungkan],” ungkap Mendag Enggar.
Adapun produk-produk RI yang selama ini mendapat fasilitas tarif impor rendah itu adalah karet, ban mobil, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.
Pada 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai US$ 1,9 miliar. Angka ini masih jauh di bawah negara-negara penerima lainnya seperti India (US$ 5,6 miliar), Thailand (US$ 4,2 miliar), dan Brasil (US$ 2,5 miliar).