Jakarta, Portonews.com – Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang membuat investor wait and see, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) justru kembali memperbesar utang luar negeri atau pinjaman program (loan program).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengungkapkan, pemerintah berencana menambah sekitar US$ 1,3 miliar atau Rp 18,7 triliun [US$ 1 = Rp 14.400] program pinjaman pada tahun ini. “Kami yang di pipeline sudah US$ 1,3 miliar tambahan,” katanya, Senin (30/7/2018).
Rencana menambah pinjaman program pada tahun ini merupakan salah satu strategi pembiayaan di tengah ketidakpastian dinamika ekonomi global, dan diharapkan bisa menambal kebutuhan pembiayaan. Program pinjaman bisa bekerja sama dengan lembaga donor seperti World Bank dan sebagainya.
Dalam nota keuangan 2018, pinjaman tunai yang direncanakan memang pinjaman program dengan basis kebijakan yang disepakati oleh pemerintah maupun pemberi pinjaman.
Penarikan pinjaman dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2018 direncanakan sebesar US$ 1,1 miliar. Namun, pemerintah memutuskan untuk menambah pinjaman program. “Nanti akan kami lihat, ada waktunya,” ungkap bekas staf ahli bidang kebijakan penerimaan negara itu.
Dalam prognosis yang disampaikan pemerintah, defisit anggaran tahun ini diproyeksikan sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% dari produk domestik bruto (PDB), yang akan ditutup melalui penerbitan utang.
Pembiayaan tersebut terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) netto sebesar Rp 414,5 triliun, dan pinjaman luar negeri dan dalam negeri senilai (negatif) Rp 15,3 triliun.
Pemerintah berharap, penarikan pinjaman program yang sudah direncanakan bisa mengkompensasi dampak dari penerbitan SBN yang terkena risiko perekonomian global.
Sebagai informasi, pinjaman program meurpakan salah satu instrumen pembiayaan utang pemerintah selain SBN. Selama ini, pinjaman program berasal dari lembaga bilateral dan multilateral.