Jakarta, Portonews — Rupiah terus mengalami trend pelemahan ke level terendah selama tiga tahun terakhir. Posisi Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa 14 September 2018 pukul 14.00 WIB menembus posisi Rp 14.900 per US$.
Rupiah melemah 0,68% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Ini posisi terendah terendah sejak krisis keuangan tahun 1998. Saat krisis 1998 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran Rp 16.500. Sementara itu, harga jual US$ di beberapa bank nasional telah menembus Rp 15.000 per US$.
Kondisi ini mendorong bank sentral untuk meningkatkan upaya intervensi di pasar valuta asing dan obligasi. Pekan lalu Bank Indonesia sudah melakukan intervensi di pasar obligasi dan sekunder dengan membeli pelepasan Surat Berharga Negara (SBN) oleh asing sebesar Rp3 triliun.
Krisis keuangan di Turki, Venezuela dan Argentina dituding sebagai faktor pelemahan. Penguatan mata uang AS telah meningkatkan kekhawatiran atas kemampuan negara berkembang untuk melunasi utang dalam dolar.
Meski kondisi fundamental ekonomi Indonesia berbeda dengan pada saat krisis keuangan tahun 1998, akan tetapi ini perlu diwaspadai mengingat tren pelemahan rentan dialami oleh negara emerging market yang mengalami defisit transaksi berjalan yang cukup parah.
Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara di kawasan Asia yang mengalami defisit transaksi berjalan, pada bulan Juli defisit transaksi berjalan naik dan berada di kisaran US$3miliar dolar atau 3% dari PDB. Utang luar negeri juga memacu pelemahan mata uang.
Meski jauh dari kata krisis seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998, kondisi ini kerap dikonversi oleh para politisi menjadi sentimen buruk. Tahun politik menjadi tantangan lain dalam menghadapi isu ekonomi.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menjelaskan kondisi Indonesia saat ini tidak sama dengan situasi 20 tahun lalu. “Kalau sekarang itu Indonesia, sepenuhnya masalah ekonomi dan sentimen global,” kata Jahja seperti dikutip dari detik.com
Jahja mengharapkan, isu ekonomi ini jangan dipolitisir, meskipun di dunia politik semua cara dihalalkan. “Harapan saya jangan lah, kalau NKRI hancur kan kita rakyat sama-sama menanggung rugi, padahal sekarang lagi bagus. Menurut saya, kalau tidak ada faktor eksternal atau global ini Indonesia masih bagus ekonominya, tidak ada yang mengganggu kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Ekonom Senior, Kwik Kian Gie menilai pelemahan rupiah saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis di pasar uang. Pelaku pasar mengamati pergerakan rupiah dan melakukan tindakan yang justru semakin melemahkan rupiah.
Untuk itu Kwik Kian Gie pemerintah tak perlu panik jika ada komentar buruk utamanya yang berbau politis, hal itu akan menimbulkan sentimen yang tinggi di pasar keuangan.
“Penguasa tidak paham apa yang dirasakan oleh pelaku di lapangan seperti apa. Mereka mengatur orang yang tidak paham perilaku yang diatur seperti apa. Dia mesti mengetahui, kalau urusan moneter, faktor psikologis itu penting,” jelasnya.