Jakarta,Portonews.com – Indonesia terus mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat selama beberapa tahun terakhir dengan prospek yang menjanjikan. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,07 persen, lebih tinggi dibanding capaian tahun 2016 sebesar 5,03 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 9,81 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 9,09 persen.
Sedangkan Bank Dunia menjelaskan bahwa saat ini Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, dengan ekonomi terbesar kesepuluh berdasarkan paritas daya beli dan merupakan anggota G-20.
Indonesia telah berhasil mengurangi kemiskinan lebih dari setengahnya sejak tahun 1999, menjadi 10,9 persen pada tahun 2016. Perkembangan tersebut ditopang oleh berbagai reformasi institusi yang komprehensif dan inovatif.
Sementara itu, Bank Dunia maupun sejumlah lembaga riset internasional seperti Mckenzie, PricewaterhouseCoopers dan Boston Consulting Group memperkirakan perekonomian Indonesia tahun 2030 tumbuh tinggi.
Bahkan, Indonesia bisa menjadi negara berpendapatan tinggi dengan PDB per kapita di atas 12.475 dolar AS pada 2030.
Meskipun perekonomian dan PDB per kapita terus tumbuh, Indonesia masih sulit menggapai impiannya sebagai negara berpendapatan tinggi.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia per kapita terus meningkat, dari 857 dolar AS pada tahun 2000 menjadi 3.876 dolar AS pada 2017.
Bank Dunia menjelaskan negara maju adalah negara dengan pendapatan per kapita sebesar 12.236 dolar AS.
Dengan mempertimbangkan PDB per kapita pada 2017 sebesar 3.876 dolar AS, Indonesia harus konsisten meningkatkan empat kali pendapatannya untuk masuk kelompok negara berpendapatan tinggi.
Apabila Indonesia tidak mampu meningkatkan pendapat per kapitanya itu, Indonesia akan terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warijyo mengatakan Indonesia sulit untuk masuk sebagai negara berpendapatan tinggi.
Produktivitas Ada sejumlah faktor yang melatarbelakangi, antara lain, produktivitas dan kualitas sumber daya manusia yang menguasai teknologi.
Produktivitas Bangsa Indonesia tidak bisa melebihi satu persen atau mendekati 2 persen. Pada periode 2016-2017, faktor produktivitas terhadap ekonomi hanya di angka 0,92 persen.
Seharusnya untuk menjadi negara berpendapatan tinggi, produktivitas harus digenjot hingga mencapai angka empat persen.
Kemudian, kualitas sumber daya manusia (SDM) terutama di bidang teknologi harus ditingkatkan.
Apabila gagal meningkatkan produktivitas dan kualitas SDM, Indonesia rentan menjadi negara yang terperangkap dalam jebakan negara berpendapatan menengah.
Selain itu, Perry mengungkapkan rasio investasi riil harus didorong agar bisa mencapai 40 persen mengingat saat ini rasio investasi riil hanya 30 persen.
Karena itu, lanjut dia, bangsa Indonesia tidak boleh hanya bekerja seperti business as usual.
Dengan produktivitas terhadap ekonomi hanya di angka 0,92 persen, pendapatan per kapita sebesar 10.400 dolar AS pada 2030 atau 2045. Kalau bisa kerja lebih keras lagi bersama-sama agar pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,6 persen, Indonesia diperkirakan akan mencapai berpendapatan tinggi pada 2045.
Karena itu Indonesia membutuhkan upaya yang sangat keras untuk masuk dalam kelompok negara berpendapatan tinggi.
“Indonesia sebenarnya berpeluang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan adanya bonus demografi yang meningkat, tingginya daya beli masyarakat serta nilai ekspor yang besar, ujar dia.
Di samping itu, ekonomi digital dapat dikembangkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Saat ini, pengguna internet terus mengalami peningkatan pesar dalam lima tahun terakhir.
Konsumsi di era digitalisasi begitu pesat sehingga kita bisa mengeluarkan potensi dari struktur ekonomi. :Kita bisa mengembangkan layanan keuangan dengan menggunakan teknologi digital,” kata dia.
Pengembangan “financial technology” untuk pembayaran serta inklusi keuangan dapat juga mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain itu, Indonesia harus memperbaiki reformasi struktural secara terukur dan terencana untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang.
Indonesia juga harus mengurangi defisit transaksi berjalan . Defisit transaksi berjalan harus bisa menjadi surplus.
Hal tersebut dilakukan dengan mendorong sektor ekspor dan pariwisata sebagai upaya untuk bisa menghasilkan efek multiplier secara lebih luas.
Indonesia juga harus mengurangi defisit transportasi untuk menghasilkan devisa ekspor. Indonesia mengeluarkan hingga 12 miliar dolar AS untuk sektor perdagangan yang menggunakan jasa transportasi.
Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan tahun 2017 tercatat sebesar 17,3 miliar dolar AS atau 1,7 persen dari PDB. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan defisit tahun sebelumnya yang sebesar 1,8 persen dari PDB.
Perbaikan defisit transaksi berjalan tersebut bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan non migas di tengah meningkatnya impor migas, defisit neraca jasa terkait defisit jasa transportasi dan neraca pendapatan primer terutama untuk pembayaran repatriasi hasil investasi asing.
Dengan rasio defisit transaksi berjalan yang rendah untuk keseluruhan tahun, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2017 mencatat surplus yang relatif besar. Perkembangan NPI pada 2017 menunjukkan terpeliharanya keseimbangan eksternal perekonomian sehingga turut menopang berlanjutnya stabilitas makroekonomi.
Surplus NPI 2017 tercatat sebesar US$ 11,6 miliar ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, terutama dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio, sejalan dengan membaiknya persepsi investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Namun Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta W Kamdani mengungkapkan Indonesia berpotensi menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2030. Asalkan konsisten dalam membuat kebijakan apalagi program jangka panjang untuk memacu produktivitas dan kualitas SDM.
“Masih ada inkosistensi pemerintah dalam membuat kebijakan. Padahal kita dituntut untuk meningkatkan daya saing agar mampu berkompetisi di nasional maupun internasional. Tanpa kebijakan yang konsisten, sulit untuk mencapai itu,” kata dia.
Saat ini masih ada ketimpangan yang mencolok di masyarakat. Padahal ketimpangan sangat mempengaruhi bisnis dan dunia usaha. Karena masyarakat yang sejahtera membantu untuk meningkatkan pembangunan.
Salah satu cara mengurangi ketimpangan dengan pengembangan teknologi dan wirausaha. Saat ini perkembangan perusahaan rintisan sangat bagus karena tiap tahun ada bisnis baru yang bermunculan, kata dia.
Saat ini Indonesia telah memiliki empat unicorn, perusahaan teknologi digital yang memiliki valuasi lebih dari USD 1 Miliar, yaitu Go-Jek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak.
Untuk mengembangkan perusahaan rintisan atau startup perlu adanya penyiapan pendanaan, pembiayaan, pemasaran hingga jaringan yang melibatkan dunia usaha.
Perlindungan Sosial Peneliti Senior SMERU Institute Sudarno Sumarto mengatakan pemerintah harus mengawasi secara ketat pelaksanaan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin sebagai upaya untuk menurunkan ketimpangan di negeri ini.
Ada dua langkah utama yang bisa digunakan untuk menurunkan ketimpangan sosial di masyarakat. Pertama, pemerintah menurunkan beban masyarakat miskin dengan mengaktifkan program perlindungan sosial bagi kaum miskin yang berkualitas.
Pelaksanaan program perlindungan sosial itu harus berkualitas dan diawasi secara ketat sehingga tetap sasaran dan menjangkau masyarakat miskin yang ada di seluruh pelosok Indonesia.
Program Keluarga Harapan itu sebenarnya baik tetapi karena pelaksanaannya yang lemah hasilnya menjadi kurang maksimal, kata dia.
Kedua, pemerintah harus meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang berkesinambungan.
“Dengan dua upaya tersebut kita bisa mengatasi ketimpangan di Indonesia, kata dia.
Di samping itu, dia mengatakan pendidikan berkualitas menjadi kunci dalam meningkatkan daya saing suatu negara.
Kuncinya itu kualitas pendidikan, dalam 14 tahun terakhir hasil pendidikan itu tidak bagus berdasarkan indikator yang ada. Padahal anggaran pendidikan tiap tahun terus meningkat, ujar dia.
Dalam satu dekade terakhir, Indonesia mampu mempertahankan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonominya pada kisaran enam persen dan tingkat kemiskinan mengalami penurunan setiap tahun hingga mencapai 11 persen pada 2014.
Meskipun tingkat kemiskinan sudah jauh berkurang, Pemerintah Indonesia menghadapi stagnasi laju penurunan kemiskinan dan peningkatan ketimpangan yang drastis dalam satu dekade terakhir.
Ketimpangan di Indonesia meningkat lebih dari 30 persen selama 2001-2011. Sedangkan rasio gini bergerak dari 0,33 ke 0,41 yang merupakan rekor tertinggi rasio gini di Indonesia dan angka ini tidak berubah hingga 2014.
Baru di dua tahun terakhir ini, angka gini bergeser sedikit ke angka 0,408 di 2015 dan 0, 397 di 2016. (ant/chk)