Aplikasi teknologi informasi sudah banyak melahirkan taipan baru di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Kunci dari keberhasilan mereka adalah aplikasi yang diciptakan, bisa diterima dan diminati oleh jutaan orang, dan menjadikan urusan yang difasilitasi oleh aplikasi tersebut menjadi lebih mudah, murah dan cepat.
Kemajuan teknologi informasi memang menjanjikan mimpi-mimpi besar dan peluang yang tak terbatas di masa depan bagi orang-orang yang gila inovasi, keranjingan hal-hal baru dan menantang.
Selasar.com adalah proyek bisnis berbasis digital yang dibangun oleh sekumpulan orang yang penuh inovasi dan ambisi. Selasar adalah platform baru yang dirancang untuk menghubungkan titik-titik potensial yang terdapat dan tersebar di seluruh Indonesia untuk diberdayakan dan dikapitalisasi.
Titik-titik potensial yang coba dihubungkan oleh Selasar adalah kapabilitas, pengetahuan, pengalaman, keahlian, karya, lembaga, dan kebutuhan. Jadi, Selasar membuka tabir ketiadaan hubungan antara pihak-pihak yang berkepentingan yang tersebar.
Chief Operation Officer Selasar.com, Pepih Nugraha menjelaskan, Selasar adalah media sosial yang bukan media, karena backbone-nya bukan jurnalis, melainkan teknologi. Secara operasional Selasar bisa diasumsikan sebagai agen, klub, pasar, bursa, forum, atau organiser dalam satu institusi bisnis.
“Jadi, kalau Bukalapak itu adalah market place for goods, maka Selasar adalah market place for ideas. Di Selasar berkumpul orang-orang yang ahli di berbagai bidang yang siap berbagi tentang apapun dengan siapapun,” kata Pepih.
Pepih adalah salah seorang wartawan senior yang sudah berkarier di harian Kompas selama 26 tahun. Sejatinya, ia sudah berada di zona yang sangat nyaman dari sisi finansial, budaya kerja, serta masa depan pensiun yang terjamin. Bagaimana tidak, Kompas adalah media cetak nomor satu di Indonesia.
Kompas sudah memikirkan media digital sejak jauh-jauh hari, ketika internet belum begitu dikenal. Tahun 1995 Kompas sudah meluncurkan kompas.com, isinya artikel-artikel terbaik yang menjadi headline di harian Kompas, lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan Belanda.
Kemudian tahun 1998 diluncurkan Kompas Cyber Media. Waktu itu ada pergerakan dan perubahan yang luar biasa besar di Indonesia. Seperti halnya kompas.com, KCM juga menyajikan berita-berita yang merupakan up dating dari versi koran.
Tahun 2007 Pepih ‘dicemplungin’ ke desk multimedia, ia ditantang untuk menangani isu-isu terkait IT. Ia dipercaya sebagai wakil editor multimedia di koran Kompas yang menjadi pemasok berita ke kompas.com. Kemudian Pepih dipindahkan ke kompas.com sebagai redaktur pelaksana community.
Pertimbangannya, Pepih dianggap familiar dengan media online semacam blog. Ia sudah menjadi blogger sejak 2004. Ia juga membaca buku-buku yang mengulas media digital seperti Danakil and more, Truth in Journalism, dan lain-lain, dimana summary-nya ditulis di harian Kompas.
“Orang-orang Kompas mengenal talenta saya. Saya sudah menggeluti dunia digital lebih dari delapan tahun. Kalau kuliah sudah menyelesaikan program master dan doktoral,” ujar Pepih.
Seiring dengan berkembangnya kemampuan dan pengetahuan akan dunia digital, ia menyadari, cukup banyak ide yang ingin ia implementasikan, tapi ketika ide-ide itu ditawarkan ke kompas.com tidak bisa dieksekusi. Alasannya, pemikiran yang ditawarkan Pepih sesuatu yang bukan media.
Untuk bisa sampai seperti facebook, tidak dibutuhkan wartawan atau redaksi, tapi teknologi informasi, developer, programmer, juga designer sebagai SDM-nya.
“Saya berpikir, saya ingin menciptakan sesuatu yang tidak terbatas. Seperti facebook, di mana orang yang masuk mengakses tidak terbatas, penghasilan saya juga tidak terbatas. Walaupun namanya tetap media sosial,” Pepih memaparkan.
Untuk memberikan pemahaman kepada perusahaan yang demikian besar, yang sudah nyaman dengan media, tidaklah mudah. Kompas juga tidak salah. Karena bagaimanapun, Kompas harus menjaga rasa aman shareholder dan para stakeholder-nya. Sudah menjadi kampiun di media, kenapa harus pindah ke unit bisnis yang berbasis teknologi digital? Tidak ada titik temu.
Meski sudah jelas, perusahaan tidak bisa mengeksekusi pemikiran yang dikemukakannya, tidak terpikir sedikitpun untuk menjual ide itu ke media atau perusahaan lain. Karena bagaimanapun ia masih bekerja di institusi itu.
“Dosa. Gak mungkin saya lakukan itu. Ini soal masalah etika. Lebih baik saya mengambil keputusan. Akhirnya saya resign, pensiun dini,” kata Pepih.
Keputusan resign diambil karena magma ide-ide yang meluap-luap di kepalanya sudah tidak dapat tempat, tak tertahankan lagi. Ia harus mencari tempat. “Meski saya tidak punya uang, bukan berarti ide-ide harus dimatikan.”
Membangun Platform Baru
Bertemulah Pepih dengan beberapa anak muda yang penuh gagasan, antara lain Miftah Sabri dan Muhammad Isa. Mereka memiliki pemikiran yang sama. Sebelumnya Miftah dan Isa sudah punya media, Selasar.com.
Mereka berembuk dan bersepakat Selasar.com akan diubah menjadi platform baru, word baru. Di platform baru ini Pepih menjadi salah satu owner, sekaligus Co Founder. Karena sebelumnya Selasar.com adalah media online, sekarang bukan media. Ini platform baru, mahluk baru.
“Saya wartawan hanya sebagai pengarah saja. Saya menyampaikan ide-ide, mengeksekusinya, cari duit ke investor, dan seterusnya. Jadi kalau dulu saya karyawan, sekarang sekecil apapun adalah owner. Saya COO, Miftah Sabri CEO. Apakah ini akan berhasil? Harus dicoba. Namanya juga usaha,” kata dia.
Ia menerangkan, jika institusi bisnis media online, aset utamanya adalah wartawan, tulisan dan jumlah pembaca atau pengakses, dan itu value yang ditawarkan kepada calon pemasang ikan. Sedangkan aset utama Selasar adalah para member atau pemilik akun yang memiliki keahlian di berbagai bidang. Mereka biasa disebut user. Itulah value yang ditawarkan kepada para calon vendor, pengiklan, dan pengguna jasa.
Selasar.com diluncurkan pada 15 Desember 2016. Dalam kurun waktu satu setengah bulan, jumlah user yang tercatat sudah mencapai 10.600 orang. Padahal, Pepih bersama timnya menargetkan hanya 5.000 user.
Sejauh ini sebagian besar user berasal dari perguruan tinggi: UI, ITB, UGM dan lain-lain. Ke depannya, Pepih ingin menarik dari semua kalangan, profesi dan bidang keahlian. Hingga akhir tahun 2017, Selasar menargetkan jumlah user sebanyak 1,2 juta orang. Angka itu sama dengan jumlah subscriber ‘New York Time’ versi online yang diluncurkan tahun 2006.
“Sangat berat, tapi bukan mustahil. Para user itu berkepentingan untuk baca, nulis, tapi sebagian besar melakukan tanya jawab. Pembaca tidak dihitung, jumlahnya unlimited. Jadi yang dikejar bukan trafik tapi akuisisi user. Ini portofolio kita, yang juga portofolio mereka.”
Connecting Dots
Pepih menjelaskan, di Selasar.com tidak ada iklan banner atau display. Kami tidak main di situ, page selasar akan tetap bersih. Untuk menjaga kebersihan tampilan Selasar, Pepih sudah menyiapkan ‘polisi’ di timnya. Apakah Selasar tidak menerima iklan dari perusahaan atau lembaga yang ingin menawarkan produknya? Karena, jika sampai jumlah user Selasar mencapai satu juta, maka Selasar akan seperti ‘gadis cantik’ bagi kalangan produsen. Iklan akan tetap diterima, dengan metoda yang berbeda dengan iklan-iklan konvensional.
Misalnya, satu perusahaan ingin mempromosikan produknya di Selasar. Pihak Selasar akan menawarkan kepada perusahaan tersebut, misalnya 20 tulisan yang biasa disebut native add itu, akan membahas dan menjelaskan dari berbagai sisi kepada publik bahwa produk perusahaan tersebut diperlukan. Sehingga, iklan di Selasar tidak hanya berorientasi bisnis, tapi juga terdapat nuansa edukasi. Kemudian, misalnya disepakati tarif ‘iklan’ dengan harga Rp 200 juta.
Maka dipilihlah 20 penulis, yang masing-masing diminta untuk membuat artikel dengan aspek bahasan yang berbeda-beda. Disampaikan juga term and condition-nya. Jalan. Para user penulis itu mendapat honor, Selasar mendapat pemasukan.
Mengenai bagaimana cara Selasar mencetak pemasukan, pemerhati media digital, Supriyadi mengingatkan, ada pekerjaan berat yang harus dilakukan oleh tim Selasar. Persoalannya, pertama, perusahaan-perusahaan produsen atau penyedia jasa, sudah terbiasa beriklan di media cetak, media luar ruang, atau media online dengan iklan display atau banner.
“Artinya, Selasar punya pekerjaan atau tantangan besar untuk mengubah mindset atau paradigma para pemimpin perusahaan-perusahaan itu dalam beriklan,” kata Supriyadi.
Kedua, lanjut Supriyadi, sebagian besar produk dari perusahaan pemasang iklan domainnya masyarakat luas. Bahkan konsumen beberapa produk yang biasa diiklankan adalah kalangan menengah ke bawah. Di sisi lain, artikel substitusi iklan di Selasar adalah deskripsi ilmiah yang mungkin ‘kurang menarik’ bagi kalangan menengah bawah.
“Sebagai catatan, minat baca masyarakat Indonesia salah satu yang terendah di dunia. Apakah masyarakat konsumen cukup kuat mencerna native add yang ditampilkan Selasar?”
Diakui Pepih, untuk meyakinkan perusahaan-perusahaan untuk beriklan di Selasar memang cukup berat. Karenanya dibutuhkan account executive yang tangguh dan piawai.
Namun, Selasar memprioritaskan penerimaan dari charge atas segala macam jasa yang disediakan, termasuk charge atas konsultasi atau tanya jawab dengan pakar atau public figure. Selain itu, Selasar juga menyediakan paket-paket informasi, akses bertanya kepada tokoh-tokoh tertentu yang dinilai memiliki nilai jual.
Selasar akan monetize para user dengan cara berbagi ilmu, kepakaran, pengalaman, pengetahuan, dalam bentuk paket-paket. Misalnya Selasar bisa mengakuisisi seorang pengusaha besar atau artis ternama, tentunya banyak orang yang ingin mengajukan pertanyaan. Jawaban dari public figure itu dikemas dalam bentuk paket dengan tarif tertentu, disiarkan melalui live streaming.
Dalam konteks itu Selasar menjadi sebagai agen atau event organiser. Pemasukan dari charge yang dikenakan dibagi dua. Misalnya, 20% untuk public figure yang tampil, 80% untuk Selasar.
Contoh lain, jika ada request dari satu perusahaan untuk mengadakan pelatihan marketing di Aceh. Selasar tidak akan mendatangkan EO atau pakar marketing dari Jakarta. Selasar tinggal meminta user yang tinggal di Aceh, yang memiliki keahlian dalam penyelenggaraan pelatihan dan pakar marketing.
“Dengan begitu kami bisa memberdayakan semua user di berbagai daerah. Jelas biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan vendor menjadi lebih murah,” kata Pepih.
Guru Besar Ilmu Adminitrasi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Martani Huseini menilai, bisnis yang dilakukan oleh Selasar.com sangat eligible, bisa dieksekusi. Cuma, bagaimana dengan sustainibility-nya? Semua dimediasi dengan IT, tapi harus diperhatikan dan ditonjolkan core competency yang dimiliki oleh platform ini. Lalu output-nya, kompetensi yang distingtif dari produknya harus jelas.
“Misalnya, semua yang jualan Produk A secara online, bukan keunggulannya pakai online itu, tapi masalahnya dia punya kompetensi apa yang distinct dibandingkan produk-produk dari kompetitor?” kata Martani.
Martani menambahkan, menghubungkan demand dari komunitas bisnis dengan penyedia jasa, yang notabene adalah user yang memiliki kompetensi di berbagai bidang, itu bisa dilakukan.
Sekali lagi yang harus dijaga adalah sustainability dan core competency. Karena mediasi semacam ini bisa dilakukan semua orang. Persoalannya, sejauh mana platform ini bisa menjaga sustainability untuk bertarung dengan distinctive competency yang dimiliki? Itu tantangannya.
“Kalau saya lihat dari sisi yang tadi disebutkan, ini kan cepat-cepatan time to market untuk memediasi. Jangan lupa, asumsinya semua orang bisa melakukan itu. Jika sekarang belum ada yang melakukan hal itu, maka bersiap-siaplah kalau semua melakukan yang sama,” papar Martani.
Selama ini, banyak orang-orang hebat yang tersembunyi hanya karena tidak punya wadah. Di sinilah Selasar berperan mempertemukan titik-titik kebutuhan dengan titik-titik kemampuan dalam satu kontrak yang bernilai.
Connecting dots seperti yang pernah dikemukakan oleh pendiri Apple, almarhum Steve Jobs dalam satu presentasinya. Sehingga, bagi perusahaan vendor atau pengguna jasa Selasar sebagai solusi, dan bagi para user Selasar sebagai tempat menemukan personal value.
Pepih yakin, potensi dan kemampuan para user yang tersebar atau mungkin tersembunyi, akan muncul dan mengemuka dengan rangsangan berupa pertanyaan-pertanyaan. Jadi, Selasar.com juga bisa disebut, giant storage of question.
Para user di Selasar bisa memasang CV pada akunnya, sehingga dengan ber-Selasar, sangat mungkin user dipertemukan dengan perusahaan atau lembaga yang membutuhkan profesional. Karena, kemampuan dan karya dari para user ditampilkan, di-share, dan dikoneksikan dengan pihak-pihak lain. Sehingga, Selasar bisa disebut market place for human resources.
“Setiap user dengan keahliannya masing-masing, dirangsang dengan ribuan pertanyaan. Menulis atau menerangkan sesuatu berdasarkan pertanyaan orang, akan lebih mudah. Apapun topiknya. Begitu juga dengan menjawab pertanyaan secara langsung (live streaming) yang digunakan adalah bahasa tutur, sehingga genuinitasnya akan tampak. Ini yang berharga dari sisi konten,” jelas Pepih.
Pekerjaan yang paling berat dalam setahun ke depan, adalah bagaimana mengakuisisi 1,2 juta user. Satu juta adalah angka yang keekonomisan untuk bisa menjadikan Selasar sebagai super market for ideas and humen resources.
Untuk bisa membaca atau berinteraksi dengan user Selasar, pengakses harus menjadi user, dengan membuka akun atau daftar. Pendaftaran paling mudah bisa dilakukan dengan menggunakan akun facebook.
“Kita memang harus berdarah-darah dulu. Tapi saya optimistis, karena dari sisi keuangan hingga dua tahun ke depan sudah aman. Apalagi saya tahu, beberapa investor sudah mulai melirik,” kata Pepih.
Untuk bisa mengakuisisi user hingga satu juta orang, Pepih dan kawan-kawan harus mampu membangun awareness publik akan Selasar, sekaligus memahami manfaat yang bisa didapat dari platform baru ini.
Sejauh ini mereka berkhidmat bahwa Selasar adalah perusahan yang masih kecil dari sisi organisasi. Baru digerakkan oleh 15 orang karyawan. Para awak Selasar inilah yang aktif mensosialisasikan Selasar melalui berbagai media sosial atau menggelar event-event diskursus membahas isu-isu yang diminati banyak orang.
Diakui Pepih, pihaknya belum memungkinkan untuk meng-hired tenaga marketing yang jago dalam jumlah banyak, atau beriklan di media lain.
“Ke depan mungkin kami bisa beriklan di facebook atau Google. Dalam lima-sepuluh tahun mendatang, saya ingin Selasar sudah seperti facebook. Bedanya, di facebook segala macam konten bisa masuk, di Selasar terseleksi.”
Menyangkut pengadaan hardware dan software, Selasar ber-partner dengan sebuah perusahaan India, Quora Sera. Selain itu, Selasar juga bermitra dengan Bukalapak.com. Pendiri dan pemilik Bukalapak, Achmad Zaky adalah salah satu pemilik saham Selasar.
Selasar adalah lorong tempat berbagi. Di antara selasar lantai dua sebuah gedung perkantoran yang asri di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, setiap hari Pepih bersama lima belas anak muda ber-endurance tinggi tak henti mengeksplorasi ide-ide dan inovasi-inovasi yang mungkin bisa diterapkan. Mereka berusaha mewujudkan mimpi besar yang dijanjikan teknologi informasi.
Baca juga: Meminjam Mata Rajawali