Teknologi digital sudah diterapkan di berbagai jenis industri, termasuk di industri hulu migas. Lalu, khusus di anjungan-anjungan lepas pantai yang tinggkat risikonya relatif lebih tinggi dibanding on shore, diterapkan pada bagian apa saja aplikasi digital tersebut? Guna mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap, Yus Husni M. Thamrin dan Renol Rinaldi dari PORTONEWS mewawancarai seorang praktisi teknologi digital di industri hulu migas, Gunawan Muktiwibowo. Berikut petikannya:
Berapa banyak anjungan minyak lepas pantai yang ada di Indonesia saat ini?
Anjungan minyak lepas pantai di Indonesia banyak. Yang saya tahu, anjungan yang mau di-decomisioning saja, off shore platform-platform atau anjungan-anjungan lepas pantai yang sudah saatnya di-remove ada sekitar 500 unit. Artinya yang produksi pasti banyak, yang paling tahu mungkin SKK Migas. Saya perkirakan ada sekitar 700an.
Apakah bencana semacam Deepwater Horizon mungkin terjadi di Indonesia? Apakah safety equipment yang dipakai di off shore paltform di Indonesia sudah sama dengan yang dipakai di negara maju?
Kalau bisaca risiko, apakah mungkin? Karena sama-sama off shore, ya mungkin. Tapi safety equipment yang dipakai di sini sudah sama dengan yang dipakai di manapun.
Tentang anjungan lepas pantai, khususnya laut dalam, risiko apa saja yang bisa di-reduce dengan aplikasi IT?
Semuanya. Antisipasi risiko di industri migas dihitung waktu perencanaan. Di laut sedalam empat ribu meter pun semua bagian dari pengeboran lepas pantai, sudah dipasangi chip. Jadi kalau chip itu diibaratkan lampu, maka di dasar laut tempat pengeboran minyak itu terang-benderang. Kalau ada masalah apa-apa yang perbaiki robot. Mungkin nanti operator yang ada di anjungan lepas pantai akan makin sedikit. Semuanya dikerjakan sama komputer.
Berdasarkan pantauan Anda, sebesar apa risiko untuk terjadinya blow out? Apakah preparing system yang dipakai di setiap platform itu sudah memadai?
Kalau saya bicara sekarang, semua risiko itu sudah terukur. Tentunya ada hal-hal di luar kendali. Itu kan sudah bicaranya kuasa Tuhan. Tetapi secara ilmu manusia, engineering saat ini, saya bilang sudah terukur dan so far sih, aman. Meski demikian tetap ada hal-hal yang sometimes kita bicaranya unpredictable, karena yang namanya natural gas atau oil di perut bumi ini kan kita tidak tahu.
Boleh kita berasumsi, katakanlah fluida itu tetap konstan, temperature itu sudah terukur, sometime, somehow temperatur tiba-tiba meningkat tanpa kita tahu. Mungkin karena aktivitas perut bumi, faktor geologi segala macam, bahkan gempa bumi dan sebagainya. Itu sebabnya tetap ada yang namanya predictive maintenance ada pula preventif maintenance. Untuk saat ini semuanya so far aman.
Semua software dan hardware–nya sudah standardized?
Sudah, sekarang sudah serba canggih. Kalau dari tingkat risiko atau HSE (health, safety, environment) saya bilang, sangat minim risikonya.
Untuk off shore plaftorm kemungkinan bisa kita sebutkan rata-rata sama sistemnya. Apakah sistem IT yang sekarang bisa menginventarisir semua risiko itu dan meng–capture semua data, sehingga bisa mensimulasikan semua kemungkinan risiko di off shore, bisa secepatnya diantisipasi dan diidentifikasi?
So far seperti itu. Cuma sekali lagi kita bicara apapun sistem kembali ke manusianya. Jadi, selengkap apapun data yang kita hasilkan itu berdasarkan input yang kita masukan di awal. Semakin minim input yang kita masukan output-nya pun tentunya akan minim juga.
That’s why perangkat IT (information technology) selalu improve. Kita ini multidisiplin ilmu, jadi segala risiko kita perhitungkan, dari segala risiko yang paling kecil sekalipun sampai risiko kebakaran
segala macam, itu sudah diperhitungkan. Saya melihat software atau sistem sudah bisa meng-cover itu baik dari sisi prediktif, memperkirakan, sampai mitigasinya, sehingga para decision maker itu bisa mengambil keputusan secara real time.
Belum lama ini media menurunkan berita tentang kebocoran minyak di Balikpapan. Artinya itu sudah terjadi. Apakah itu tidak ter–capture kapan kejadian dan seterusnya?
Itu tadi yang saya bilang, ketika kita mendisain sebuah sistem, termasuk IT, itu tergantung dari input-nya. Well, saya terus terang, saya belum menyelami lebih dalam kejadian di Pertamina itu. Bisa saja mereka tidak memprediksi umur material, mungkin mereka tidak memprediksi fluida material. Kalaupun mereka sudah memprediksi, itu hanya sekadar memenuhi standar. Tanpa bermaksdu men-judge atau menjustifikasi, at least perlu ada investigasi, kenapa itu terjadi. Tapi logic think, saya berpikir adalah ketika input di awal design itu sudah sangat komprehensif. Logikanya, kita sudah bisa memprediksi.
Yang bisa diprediksi itu kecelakaan atau kesengajaan?
Dua-duanya. Bahkan, kadang-kadang kesengajaan itu bisa kita prediksi walaupun akan terjadi setelah kejadian. Tapi paling tidak, kita bisa memprediksi, ini bukan kecelakaan tapi ini adalah human error, atau memang ada faktor-faktor kesengajaan. Itu bisa kita interested dengan sistem yang ada sekarang.
Pada catatan Anda, wilayah mana di Indonesia yang paling risky untuk terjadinya oil spill accident?
Dari sisi environment-nya semakin harassment, semakin remote area, semakin sulit terjangkau, itu akan semakin besar risikonya. Untuk contoh, kita bicara laut dalam, kayak proyek-proyek Inpex Abadi Masela, LNG Jangkrik, proyeknya IDD Chevron, itu semua di laut dalam, risikonya tinggi. Tapi kalau kita bicara besar kecilnya, semakin dia kompleks semakin environtment-nya tidak bersahabat, semakin dalam, dia risikonya semakin besar. Itu sebabnya dalam mendesain suatu sistem di awal sekali, multidisiplin ilmu sangat diperlukan.
Apakah dalam sistem itu juga sudah didesain, katakanlah satu program, di mana program ini untuk mengatasi sebuah kejadian yang terlanjur terjadi, kalau ada tumpahan minyak sebaiknya dicegah. Kalaupun tidak bisa dicegah, ketika sudah terjadi, sedini mungkin bisa di–reduce, itu kan kembali lagi ke sistem manual?
Sebetulnya tidak juga. Tetap kita bisa memanfaatkan yang namanya sistem IT. Dengan adanya sistem IT yang semakin bagus me-minimized risiko itu juga semakin cepat. Katakanlah tanda alertnya muncul, dia langsung kontak pemadam kebakaran, dia langsung kontak HSE representative-nya. Sehingga dia bisa melokalisir bocoran. Semakin cepat bisa mengambil tindakan sedini mungkin.
Nah, kalau ini dilakukan manual bisa dibayangkan. Katakanlah kejadiannya malam hari, dengan adanya IT system seperti ini di manapun, kapanpun kalau terjadi kecelakaan, walaupun sudah terjadi, tapi tidak menjadi lebih besar. Kita bicaranya mitigasi, karena sudah terjadi, dengan adanya sistem yang bagus, mitigasinya pun juga akan semakin cepat. Mungkin kehilangannya akan semakin minim dan penyelesaiannya bisa dilokalisir, bahkan musibahnya bisa dihentikan lebih cepat.
Sejauh ini program trajectory model bisa meng–capture perilaku arus, angin, musim, sehingga gerakan tumpahan minyak ke arah mana, kecepatannya berapa, bisa diketahui. Ala aplikasi lain?
Itulah multidisiplin ilmu itu penting. Contoh, orang-orang yang kadang lupa adalah kita hanya bicara mitigasi risikonya saja. Artinya, setelah didesain, kita berasumsi semua akan berjalan sesuai dengan skenario, sehingga ketika terjadi baru kita berpikir. Kita jarang berpikir, sebelum itu harus ngapain? Contoh paling gampang, perlu ada kerja sama antara orang IT, orang kontrol, sama orang material.
Orang material ini mengerti ketika dia mendesain sebuah plan, dia tahu pipa ini umurnya berapa, terus mau diapakan, fluida yang mengalir ini apa, sehingga orang material tahu, oh tiga bulan ini harus dimaintenance. Kadang-kadang ini tidak dikomunikasikan sama orang kontrol, sama orang design sistem, sehingga hanya berpikir everything so far so good. Karena ketika mendesain, ini pasti ada lifetime-nya. Masa pakainya 20 tahun, jadi berpikirnya selama 20 tahun tidak akan meledak. Tetapi kalau meledak baru mereka berpikir, sebaiknya begini-begini. Tetapi mereka tidak berpikir tiga bulan sekali muncul alert to maintenance, misalnya.
Jadi meng-capture data itu harus rajin, karena bisa saja ada data yang berubah. Demikian?
Ya, yang namanya big data itu real time. Kalau bukan big data, tidak bakal sanggup untuk menyimpan segitu besarnya jumlah data. Itu kejadiannya per detik, per hari.
Artinya itu bisa me–reduce risiko?
Betul. Kalau kita buat grafik akan ada yang namanya trend. Dari trend ini bisa kita prediksi. Nah, kita manusia itu belajar dari lesson mean. Dari lesson mean inilah baru kita menjadi lebih improve, lebih sempurna.
Kemarin perusahaan-perusahaan KKKS itu easy going to buy everything for HSE, untuk eksplorasi, untuk eksploitasi. Apakah me-reduce anggaran berarti menaikkan risiko?
At the day, kita bicara ke masalah komersial. Bisnis itu yang dilihat serba uang, walaupun memang oil and gas itu salah satu industri atau company yang memperhatikan risk atau HSE. Tapi kan tetap at the end based on money. Dengan kondisi oil and gas yang sekarang ini at least tahun 2014 sampai 2016 dengan adanya price segala macam, ada batasan-batasan tertentu yang akhirnya agak sedikit longgar. Contoh, kalau bisa beli software yang murah kenapa beli yang mahal? Tanpa mengurangi kualitas.
Kemudian kalau kita membutuhkan HSE Representative dua orang atau tiga orang, mungkin sekarang cukup satu orang. Jadi tidak mengurangi kualitas tapi dari sisi volume atau quantity-nya yang at the end kalau kita convert ke uang menjadi berkurang.
Dari sisi material juga, sekarang kompetisi sudah luar biasa, ada barang China yang everybody knows, kalau kita compare kadang-kadang seperti itulah. Walaupun memang ada beberapa case yang saya tidak bisa tutupi, mereka tidak selalu concern dengan masalah safety. Misalkan, pipa-pipa yang mungkin bocor, meledak, bengkok segala macam so far dari hasil investigasi pipa dari produk yang mana, saya gak perlu sebut, tapi orang juga tahu dari mana.