Pencemaran lingkungan hidup perairan yang paling signifikan disebabkan oleh tumpahan minyak dan zat kimia berbahaya beracun (B3). Indonesia sebagai negara yang wilayah sebagian perairannya merupakan jalur transportasi laut yang sangat ramai.

Setiap tahun ratusan ribu tanker minyak dan kimia antar benua melintasi wilayah lautan Indonesia. Seperti apa kerusakan lingkungan hidup perairan yang diakibatkan oleh tumpahan minyak dan Bahan kimia Berbahaya Beracun (B3), Yus Husni M. Thamrin dari PORTONEWS mewawancarai Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Padjajaran, Dr. Yudi Nurul Ihsan. Berikut petikannya:
Bisa dijelaskan secara singkat, riset apa saja yang sudah dilakukan Pusat Studi Kemaritiman dan Pembangunan Laut Tropis Unpad, terkait dengan tumpahan minyak dan bahan kimia B3?
Pusat Studi Kemaritiman dan Pembangunan Laut Tropis selama ini membuat kajian yang terkait dengan konservasi dan eksplorasi sumber daya kelautan baik sumber daya yang dapat pulih (renewable resources) seperti ikan, terumbu karang dan hutan mangrove. Sedangkan untuk sumber daya tidak dapat pulih (unrenewable resources) seperti energi, pertambangan, dan jasa-jasa lingkungan (natural services) seperti wisata bahari dan pelayaran.
Riset itu meliputi optimalisasi pemanfaatan ekosistem laut tropis serta pencegahan dampak negatif dari pembangunan di wilayah pesisir. Beberapa kajian yang pernah dilakukan di antaranya tumpahan HCl di perairan Sibolga (2014), pencemaran minyak bumi di perairan Balongan, Indramayu (2015), pencemaran amoniak pada tambak di pesisir utara Jawa Barat (2015), dan pencemaran logam berat di Teluk Jakarta (2016).
Setiap kali terjadi tumpahan minyak, jumlah minyak yang terangkat melalui penanggulangan tumpahan minyak tidak lebih dari 20% dari jumlah minyak yang tumpah. Bisa dijelaskan, bagaimana minyak merusak lingkungan hidup maritim? Mahluk hidup apa saja yang mati karena tumpahan minyak? Apa dampak lanjutannya? Bagaimana cara merestorasinya? Berapa lama?
Tumpahan minyak bumi akan merusak ekosistem laut terutama di wilayah pesisir seperti ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, dan ekosistem hutan mangrove.
Ekosistem tersebut merupakan tempat memijah dan tempat mencari makan bagi ribuan organisme laut. Kerusakan pada ekosistem tersebut akan mengakibatkan kematian bahkan punahnya sebagian organisme laut seperti coral, ikan karang, alga, dan lamun serta akan memutus rantai makanan di laut.
Tumpahan minyak juga akan menurunkan produkstivitas primer di perairan dan pada akhirnya akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang menggantungkan hidupnya di perairan laut. Untuk merestorasi wilayah yang terpapar tumpahan minyak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Menggunakan nano membrane filtration, yaitu Teknik ini telah digunakan selama beberapa tahun terakhir ini yang bertujuan untuk melakukan pemurnian air. Di dalam prosesnya, teknik ini berupaya untuk menghilangkan komponen-komponen tertentu seperti zat pewarna, polutan mikro, zat-zat organik, logam berat, dan ion multivalen.
Metode fisik dan kimia (post product), penanganan secara kimia dan fisika merupakan cara penanganan cemaran minyak bumi yang membutuhkan waktu yang relatif singkat. Tetapi metode ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Metode fisika yang dapat digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer. Metode ini dapat dilakukan jika minyak bumi yang tumpah belum menyebar kemana-mana.
Jika minyak bumi telah mengendap dan menyebar terutama ke wilayah sensitif seperti hutan mangrove, sulit dilakukan dengan metode ini.
Penanganan dengan metode kimia ialah dengan mencari bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi minyak. Tetapi pemakaian senyawa kimia hanya bersifat memindahkan masalah. Di satu pihak perlakuan dispersan dapat mendispersi minyak bumi sehingga menurunkan tingkat pencemaran, tetapi di lain pihak penggunaan dispersan telah dilaporkan bersifat sangat toksik pada biota laut.
Biocide untuk menghambat Sulfate Reducing Microorganism (SRM), penanganan pencemaran lingkungan dengan menggunakan biocide dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan kimia yang berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang menghasilkan bahan pencemar. Cara ini di samping dapat membunuh seluruh bakteri termasuk bakteri yang mampu mendegradasi bahan pencemar juga mengakibatkan munculnya pencemar lain yang berbahaya.
Bioremediasi, teknik lain yang mulai berkembang saat ini adalah penanganan pencemaran dengan memanfaatkan makhluk hidup atau lebih dikenal dengan Bioremediasi. Teknik ini umumnya memanfaatkan mikroorganisme dalam mendegradasi bahan-bahan pencemar.
Teknik ini terbukti lebih efesien dan murah, namun saat ini pemanfaatan bioremediasi hanya sebatas merehabilitasi lahan-lahan yang tercemar. Penggunaan mikroorganisme ini telah berhasil diterapkan untuk pengolahan limbah dalam sistem terkontrol. Teknik ini memiliki potensi aplikasi yang luas baik di darat maupun di perairan untuk mengobati tanah, sedimen, dan air yang terkontaminasi oleh minyak dan zat lainnya.
Saat ini pemanfaatan bakteri atau mikroorganisme dalam kegiatan bioremediasi di alam terbuka terus dikembangkan diantaranya untuk pembersihan tumpahan minyak di wilayah pesisir. Air merupakan media yang lebih sensitif dibandingkan tanah, oleh sebab itu memerlukan teknik remediasi yang berbeda.
Beberapa jenis bakteri yang dapat digunakan untuk teknik bioremediasi dalam mengatasi pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan eksplorasi minyak adalah Thimicrospira, Arcobacter, dan Thiobachilus. Pada umumnya bakteri-bakteri ini bekerja secara bersama dalam mendegradasi bahan pencemar atau dikenal dengan istilah konsorsium bakteri.
Selain karena kecelakaan lalu lintas laut dan pecahnya pipa atau selang minyak, pencemaran laut karena tumpahan minyak juga disebabkan perilaku manusia (nelayan dan awak kapal) yang biasa membuang minyak bekas ke laut, terutama di wilayah-wilayah muara sungai. Apakah Pusat Studi Kemaritiman dan Pembangunan Laut Tropis Unpad pernah melakukan riset mengenai hal itu? Bisa dijelaskan mengapa itu bisa terjadi? Seperti apa tingkat kerusakan wilayah perairan karena hal itu? Apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi hal itu?
Beberapa pencemaran oleh minyak bumi yang terjadi karena ulah manusia disebabkan fasilitas pelabuhan yang kurang memadai, serta pengetahuan masyarakat yang masih rendah. Sehingga membuang sisa sisa bahan bakar kapal atau kotoran lainnya langsung ke laut. Akibatnya kualitas perairan di banyak wilayah pesisir tercemar timbal dan logam berat lainnya yang berasal dari minyak bumi, perubahan warna perairan menjadi gelap, serta menurunnya konsentrasi oksigen di periaran.
Salah satu program yang dilakukan oleh pemerintah di antaranya melakukan monitoring kualitas perairan, penyuluhan bahaya pencemaran, serta penanaman pohon mangrove yang dapat menyerap limbah pencemar.
Jika kerugian rusaknya lingkungan hidup perairan Indonesia karena tumpahan minyak dihitung, seberapa besar kerugian ekonomis tersebut?
Kerugian ekonomi dipastikan cukup besar karena banyak wilayah pesisir terutama di pantai utara pulau Jawa yang tercemar minyak bumi. Kerusakan ini akan mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan.
Ada beberapa nilai ekonomi yang akan hilang akibat pencemaran minyak bumi di laut yaitu nilai pemanfaatan ekosistem dan nilai proteksi ekosistem (non pemanfaatan). Jika dilakukan valuasi ekonomi terhadap eksosistem laut seperti terumbu karang, kurang lebih nilainya berkisar Rp 100 juta per hektar per tahun.

Mengenai pencemaran laut oleh bahan kimia beracun berbahaya. Beberapa asosiasi sub-sektor industri menyebutkan bahwa hingga kini masih banyak perusahaan yang menghasilkan limbah kimia cair namun tidak memiliki instalasi water treatment. Bisa dijelaskan, bagaimana bahan kimia B3 mencemari laut selain karena kecelakaan?
Di peraturan Kementerian Lingkungan Hidup sebetulnya telah diatur ambang batas bagi semua komponen bahan kimia beracun. Misalnya ambang batas timbal (Pb) bagi organisme air adalah 0,01 mg/l.
Bahan kimia B3 ini lebih banyak dihasilkan dari proses industri di daratan seperti pertambangan, pembangkit listrik, industri perhotelan, pengolahan mineral dan lain lain. Sehingga setiap industri wajib memiliki instalansi water treatment sebelum membuang limbah B3 ke perairan.
Meningkatnya pencemaran limbah B3 di perairan diakibatkan tidak optimalnya instalasi water treatment, juga akibat akumulasi bahan B3 di perairan. Maka seyogyanya dilakukan monitoring terhadap instalansi water teatment serta pemeliharan lingkungan perairan tempat pembuangan limbah B3.
Bahan kimia B3 jenis apa yang paling destruktif terhadap lingkungan hidup perairan? Seperti apa kerusakan yang ditimbulkannya?
Salah satu bahan pencemar yang dikhawatirkan keberadaannya karena memiliki tingkat toksisitas yang tinggi dalam lingkungan perairan adalah sulfide, hydrocarbon dan logam berat. Sulfide dapat meyebabkan kematian ikan secara massal karena memiliki sifat toksik 10 kali lipat lebih besar daripada Cyanida, mudah terbakar, dan bersifat korosif. Hydrocarbon dapat menyebabkan terganggunya metobolisme organisme.
Logam berat sesuai dengan fungsinya dibedakan menjadi logam esensial (essential metal) dan non esensial (non-essential metal). Jenis logam non esensial antara lain: Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), dan Timbal (Pb). Bila logam berat ini berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup, biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen.
Dapat dikatakan bahwa semua logam berat menjadi bahan yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh adalah logam Air Raksa (Hg), Kadmium (Cd), dan Timbal (Pb). Merkuri dalam bentuk senyawa HgCl2 merupakan bahan yang sangat berbahaya karena merupakan logam berat non esensial yang tidak diperlukan oleh tubuh makhluk hidup, walau dalam jumlah sedikit.
Merkuri yang merupakan salah satu unsur logam berat yang paling berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan bagi kehidupan, baik itu bagi manusia maupun mahluk hidup lainnya.
Bahan pencemar Merkuri sangat berbahaya bagi biota di mana ambang batas Merkuri menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 yaitu 0,001 mg/l.
Dampak yang terjadi adalah kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, hilangnya benih. Merkuri juga dapat memberikan efek domino dalam pencemarannya di mana biota yang terpapar oleh Merkuri akan mengakumulasi Merkuri dalam tubuhnya dan jika manusia mengkonsumsi biota yang mengandung Merkuri manusia juga akan terkena paparan dari Merkuri tersebut. Dampak yang timbul akibat kontaminasi Merkuri bisa menyebabkan kematian.
Berapa efektif dan berapa lama pencemaran laut berdampak pada kesehatan manusia? Seperti apa dampaknya?
Beberapa limbah pencemar memiliki tingkat racun yang sangat tinggi dan akan berdampak langsung seperti Merkuri (HgCl), Cyanida, dan Sulfida. Bahan pencemar tersebut dapat mengakibatkan gangguan mental bahkan kematian.
Sedangkan beberapa pencemar seperti Timbal, Kadminum, akan merusak kesehatan manusia seperti mengakibatkan penyakit kulit, kanker, bahkan menurunnya daya ingat.