Beberapa wilayah perairan Indonesia merupakan jalur pelayaran yang ramai dilalui kapal-kapal antar negara, bahkan antar benua. Wilayah perairan itu adalah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Karimata, Selat Makassar, dan Selat Bangka. Di perairan yang menjadi bagian dari lalu lintas pelayaran internasional itu, beberapa wilayah di antaranya relatif dangkal, sehingga sering terjadi kapal kandas hingga tenggelam.
Selama tahun 2017, tercatat dua kapal berukuran raksasa kandas di perairan Indonesia, dan berpotensi menimbulkan tumpahan minyak. Tanggal 25 Juli 2017, kapal berbendera Panama, MV Melite yang berangkat dari Pelabuhan Satui, Kalimantan Selatan, dengan muatan batu bara sebanyak 70.600 ton, kandas di perairan dekat Kotabaru, Pulau Laut.
Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kotabaru, Aprianus Hangki mengatakan, kapal MV Melite dalam pelayaran menuju Filipina, kandas di Teluk Layar, perairan Pulau Laut, sebelah selatan Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru.
“Lokasi persis kejadiannya, di koordinat 04-08,08 Lintang Selatan dan 116-06,86 Bujur Timur. Kurang lebih 125 kilometer dari Pelabuhan Kotabaru,” kata Aprianus.
Awal dari peristiwa kandasnya kapal kargo curah kering (DBC) ini, ketika nakhoda melihat radar, ada ‘sesuatu’ berada di depan tepat di jalur kapal. Karena sudah terlalu dekat, tanpa meminta kepada anak buah kapal untuk memeriksanya, nakhoda memutuskan untuk menghindari ‘sesuatu’ itu dengan membelokkan arah laju kapal. Akibatnya, kapal masuk ke perairan dangkal dan kandas.
Padahal, setelah diperiksa, di depan MV Melite tidak ada apa-apa, mungkin hanya perahu nelayan yang melintas jalur kapal.
Data Tiga Kapal Raksasa yang Kandas di Perairan Indonesia 2016-2017
Kemudian, pada hari Rabu, 12 April 2017 lalu, VLCC (Very Large Crude Carrier) Alex dengan bobot 154.379 gross ton, berangkat dari Afrika Selatan menuju China membawa minyak mentah sebanyak 300.000 ton, kandas di Perairan Selat Karimata, pada titik kordinat 02’.01’.0S,108’.13’.5E.
Tanker raksasa berbendera Belgia tersebut kandas di atas lumpur dangkal ketika memasuki wilayah perairan Selat Karimata dengan kedalaman 23 meter.
Dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa dan kerusakan, namun seluruh anak buah kapal (ABK) yang berjumlah 24 orang warga negara asing tersebut sempat mengalami kepanikan lantaran takut kapal tenggelam. Mereka menduga, lambung kapal robek karena menggasak karang dan minyak yang berada di kargo tumpah ke laut.
Menunggu air laut pasang, seluruh awak VLCC Alex tetap berada di kapal, karena persediaan logistik mereka masih mencukupi. Penanganan VLCC Alex selama kandas dilakukan oleh tim Smit Salvage yang datang dari Singapura.
Penanggulangan
Setelah sekitar satu bulan MV Melite kandas di perairan dekat Pulau Laut, Kalimantan Selatan, agen kapal melakukan koordinasi dengan Ditjen Perhubungan Laut sebagai pemegang otoritas pelayaran di Indonesia untuk melakukan salvage dan response. Akhirnya agen MV Melite dan Ditjen Hubla memutuskan, selama dilakukan penanganan MV Melite yang kandas, diperlukan jasa pusat penanggulangan tumpahan minyak.
Guna mengantisipasi kemungkinan lambung kapal robek atau pecah ‘tertusuk karang’ dan menimbulkan tumpahan minyak, maka selain tim salvage, juga didatangkan tim response. Kedua tim ini menetapkan strategic planning, jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada MV Melite.
Tim response standby di sebuah kapal yang lego jangkar sekitar 200 meter dari MV Melite. Tim ini sudah menggelar peralatan penanggulangan tumpahan minyak (PPTM), yaitu oil boom, oil skimmer, dan pompa.
Setelah dianalisis lebih saksama, termasuk pengamatan oleh penyelam, diketahui bahwa kapal baru bisa ditarik dari area laut dangkal, jika dilakukan pemindahan muatan ke kapal lain. Waktu yang tepat adalah pada saat air laut mencapai pasang tertinggi. Ketika waktunya tiba, barulah MV Melite ditarik ke pelabuhan terdekat untuk dilakukan inspeksi.
Begitu juga dengan operasi penanggulangan kandasnya VLCC Alex di Selat Karimata. Karena lokasi kandasnya kapal tanker raksasa itu di sekitar Alur Laut Kepulauan Indonesia di mana terdapat banyak area konservasi, maka sebelum operasi dilakukan, pemilik dan agen kapal harus melakukan serangkaian meeting terlebih dahulu dengan Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain itu, muatan yang diangkut VLCC Alex adalah minyak mentah yang jumlahnya sangat besar, 300.000 ton.
Tanggal 20 April 2017 tim responder yang membawa PPTM bergerak menuju lokasi kandasnya VLCC Alex. Berdasarkan pengamatan tim response, kandasnya tanker raksasa ini berisiko tinggi menimbulkan tumpahan minyak (oil spill). Karena bagian bawah kapal berada di atas gugusan karang.
Namun setelah di-review, hanya sekitar 20% dari area karang yang tergerus kapal, merupakan karang yang masih hidup, 80% sisanya berupa batu karang yang sudah mati. Lokasinya sangat berdekatan dengan area konservasi laut.
Posisi VLCC Alex yang tersangkut di gugusan karang dinilai sangat berisiko. Jika ada tonjolan karang yang keras menekan lambung bagian bawah kapal, dan air laut surut lebih rendah lagi, maka karang itu akan merobek lambung kapal.
Meskipun bangunan kapal dibuat double hull, jika tonjolan karang cukup tinggi, bisa saja menembus lapisan dalam kapal dan menyebabkan minyak yang tersimpan di dalamnya tumpah ke laut. Sebagai catatan, muatan minyak sebanyak 300.000 ton, apabila tersembur ke laut akan menyebabkan bencana tumpahan minyak yang dahsyat dan sulit di atasi.
Seperti halnya dalam penanganan kandasnya MV Melite, untuk bisa menarik VLCC Alex dari area perairan berkarang yang dangkal, harus dilakukan pemindahan sebagian muatan terlebih dahulu. Maka, agen kapal segera mendatangkan sebuah tanker untuk menampung sebagian minyak yang dipindahkan dari ‘perut’ Alex.
Begitu laut mencapai pasang tertinggi, VLCC Alex yang tersangkut selama hampir dua bulan, bisa ditarik ke perairan yang lebih dalam. Selanjutnya kapal berbendera Belgia itu ditarik menuju Singapura untuk diinspeksi, sebelum melanjutkan pelayarannya ke China.
Apa yang dilakukan oleh pemilik MV Melite dan VLCC Alex yang kapalnya kandas di perairan Indonesia, dengan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pemegang otoritas wilayah laut, dan melibatkan pusat penanggulangan tumpahan minyak, sudah sesuai dengan Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.
Selain itu, tindakan cepat oleh awak, agen, dan pemilik kapal jika kapalnya mengalami insiden di laut hingga berpotensi menimbulkan tumpahan minyak, atau menimbulkan tumpahan minyak, wajib segera melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan, sebagaimana disebutkan dalam Marpol Annex VII.
Dalam Regulation 7: Response Measures, butir 1. Para pihak (dalam kegiatan pengangkutan dengan moda transportasi laut), apa apabila insiden pencemaran terjadi di wilayah penanggapnya, (wajib) membuat penilaian situasi yang diperlukan dan melakukan tindakan penanggulangan yang memadai untuk menghindari atau meminimalkan dampak pencemaran di masa depan.
Pada butir 2.b., (penanggulangan dilakukan) menggunakan sarana mekanis untuk menanggapi insiden pencemaran.