Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka, Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahyono mengatakan, saat ini ada 2 juta senyawa kimia yang dikategorikan sebagai zat berbahaya dan beracun (B3). Sedangkan senyawa kimia B3 yang diproduksi massal jumlahnya lebih dari 200 ribu jenis.
“Tahun 2020 pengolahan, perdagangan, penggunaan, transportasi dan pembuangan senyawa B3 di Indonesia harus sudah memenuhi tata kelola sesuai konvensi internasional mengenai senyawa B3,” kata Achmad Sigit.
Dirjen Migas Gusti S. Sidemen menjelaskan, kriteria tingkat racun atau lethal concentration (LC) dalam industri migas dikategorikan dengan tingkat LC 50 yang dihitung dalam miligram per liter, yang dibagi dalam lima kategori, yaitu tidak beracun, sedikit beracun, moderat, beracun, dan sangat beracun. Selain itu, pengkategorian bahan kimia dengan tingkat biodegradabilitas atau tingkat keteruraian oleh mikro-organisma.
Menurut Sidemen, penetapan kategori bahan kimia tersebut dimaksudkan untuk mengatur penggunaan dispersant dalam satu penanggulangan tumpahan minyak. Sebagai catatan, setiap negara mempunyai peraturan dan toleransi yang berbeda-beda atas penggunaan dispersant.
Memberdayakan Kemampuan Industri Domestik
Chairman OSCT Indonesia, Bayu Satya mengemukakan, dalam industri penanggulangan tumpahan minyak, baik jasa maupun produk peralatannya saat ini sudah bisa sepenuhnya disediakan oleh perusahaan-perusahan Indonesia.
Akan tetapi, dalam pelaksanaan di lapangan, penggunaan jasa dan produk peralatan tumpahan minyak, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa yang akan digunakan oleh institusi negara, masih banyak digunakan produk impor.
Padahal, produk tersebut sudah dihasilkan di Indonesia dengan fungsi dan kualitas yang sama dengan produk impor. Hal itu terjadi karena masih ada oknum pejabat negara yang entah dengan alasan apa, lebih memilih produk impor. Jelas hal itu berlawanan dengan semangat memajukan industri dalam negeri.
“Padahal, pemerintah telah menerbitkan beberapa ketentuan agar semua pembelanjaan yang menggunakan APBN dan APBD, harus menggunakan produk dalam negeri, sejauh jenis barang yang dibutuhkan sudah diproduksi di dalam negeri dengan kualitas berstandar SNI,” kata Bayu Satya
Bayu Satya menambahkan, Bangsa Indonesia yang tengah berupaya menjadi bangsa yang mandiri, seharusnya lebih mengutamakan penggunaan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri. Hal ini akan mendorong berkembangnya industri dalam negeri untuk tumbuh lebih pesat lagi, sehingga dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja domestik.
“Dengan demikian, industri jasa dan produk peralatan tumpahan minyak (PPTM) dalam negeri bisa lebih berkembang, dan membuka lapangan kerja yang lebih banyak lagi. Sehingga membantu menjalankan salah satu misi Presiden Republik Indonesia, yaitu ‘menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim’. Selain itu, industri PPTM turut mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” papar Bayu Satya.
Dalam sesi tanya jawab pada forum itu, seorang peserta mempertanyakan alasan SKK Migas mengeluarkan Surat Edaran agar perusahaan KKKS tidak menggunakan jasa asesmen atas kebutuhan jasa dan peralatan penanggulangan tumpahan minyak dari perusahaan yang juga menyediakan jasa penanggulangan tumpahan minyak.
Menjawab hal itu, Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas, Nurwahidi mengatakan, surat edaran itu hanya sekedar imbauan. Maksudnya, agar asesmen yang dilakukan bisa dipertanggung-jawaban. Artinya, jika asesmen itu dapat dipertanggung-jawabkan, imbauan itu bisa diabaikan.
Hal lain yang ditanyakan peserta adalah SKK Migas juga telah mengeluarkan Surat Edaran, agar perusahaan KKKS tidak menjadi membership dari pusat penanggulangan tumpahan minyak seperti OSCT Indonesia. Atas hal itu Nurwahidi, menegaskan membership tidak dilarang.
OSCT Indonesia
Oil Spill Combat Team (OSCT) Indonesia adalah sebuah perusahaan swasta nasional yang telah berdiri dan beroperasi di Indonesia sejak tahun 2001, memiliki misi untuk ‘mampu menyediakan jasa untuk menanggulangi tumpahan minyak secara efektif dan efisien.’
Adapun visi OSCT Indonesia adalah ‘melindungi lingkungan alam, khususnya lingkungan perairan Indonesia, dan juga dunia, dari pencemaran tumpahan minyak dan bahan kimia berbahaya dan beracun.’
OSCT Indonesia adalah salah satu Pusat Penanggulangan Tumpahan Minyak terbesar di dunia dengan lebih dari 80 responder dan 10 tenaga ahli yang menawarkan layanan keanggotaan, pelatihan, kerjasama penyewaan peralatan dan personil, serta perencanaan penanggulangan tumpahan minyak dan B3, dan pusat komando dengan kesiagaan 24 jam selama tujuh hari dalam seminggu, berstandar internasional dengan kegiatan operasi di seluruh Indonesia dan sejumlah negara lainnya di dunia, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Qatar.
Baca juga: Indonesia Darurat Tumpahan Minyak