Era eksploitasi kayu sudah selesai. Kini Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor mengembangkan dan memperkenalkan sumber daya ekonomi hasil hutan selain kayu, yang bernilai ekonomi tinggi. Sejauh ini, pemanfaatan Non-Timber Forest Products (NTFP) belum sampai 10% dari potensi yang ada. Sosialisasi NTFP ini juga melibatkan perusahaan milik taipan Soekanto Tanoto, APRIL.
Indonesia diberkati dengan hutan tropis yang membentang dari ujung Sumatera di barat hingga Papua di Timur, dari Pulau Rote di selatan hingga Talaud di utara. Hutan Indonesia memiliki nilai historis dalam kearifan tradisional dan lokal dengan keaneka-ragaman hayati yang amat kaya.
Hutan adalah salah sumber kehidupan manusia. Keberadaan hutan sangat mempengaruhi makanan, keaneka-ragaman hayati, kesehatan manusia, dan yang terpenting sumber ekonomi masyarakat dan pusat ekosistem bagi manusia Indonesia.
Masyarakat Indonesia dituntut untuk ambil bagian dalam upaya menghentikan, setidaknya memperlambat perubahan iklim global yang tengah berlangsung. Karena perubahan iklim sangat mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia. Hutan menyimpan air dan udara, sumber air bagi area pertanian, dan sumber energi untuk penggunaan saat ini dan masa depan.
Bagaimanapun, kehutanan merupakan variabel penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Masyarakat Indonesia wajib menjaga kelestarian hutan agar manfaat hutan bisa berkelanjutan. Secara umum, Pengelolaan Hutan Lestari adalah salah satu upaya agar hutan tetap terjaga, yang menjadi nilai penting bagi masyarakat, ekonomi dan ekosistem.
Hutan juga berkontribusi pada kelangsungan ekosistem. Hutan adalah rumah bagi segala mahluk hidup. Hutan dan berbagai jenis pepohonan di dalamnya memberi kesempatan kepada masyarakat, dan memberikan kesejahteraan, lapangan kerja, serta menunjang terciptanya ketahanan pangan untuk keberlangsungan hidup manusia.
Karenanya, mengembangkan industri berbasis kehutanan dengan pemanfaatan non-timber forest products (NTFP), adalah hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
NTFP adalah semua objek biologis termasuk yang berasal dari hutan, kecuali produk kayu, dengan memperhitungkan kelestarian tiap jenis sumber daya yang ada di dalam hutan.
Ciri khasnya adalah: keragaman, hasil panen, koleksi musiman, nilai ekonomi yang terkadang lebih tinggi dari pada kayu, dan pemanenan tradisional. NTFP diklasifikasikan dalam: minyak atsiri, lemak, karbohidrat, getah, tanaman medis, rotan dan bambu, produk hewani, dan jasa kehutanan.
Di Indonesia, teknologi pengolahannya bisa bersifat mekanis, thermal, dan pengolahan kimiawi. Beberapa NTFP yang penting adalah seperti Oleoresin dari pinus, Kopal dari Agathis. Darah Naga dari beberapa jenis rotan, Kayu Agar atau Gaharu, Shellac dari Pohon Kesambi, Benyamin Gum atau Kemenyan, Jelutung, minyak esensial dari beberapa jenis pohon, rotan, dan bambu.
Prof. Fauzi Febrianto, Guru Besar Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih memiliki informasi dan produksi terbatas mengenai NTFP.
“Nilai NTFP yang dihasilkan pada ahun 2016 tidak begitu banyak, hanya sekitar 5% sampai 10% dari total produk lestari hutan alam Indonesia. Kita perlu mengembangkan industri yang mampu memanfaatkan NTFP. Industri yang perlu dikembangkan adalah industri komposit kayu, papan untai berorientasi, papan partikel, komposit plastik kayu, komposit serat nano selulosa, pulp dan kertas, energi berbasis kimia dan biomassa,” papar Fauzi.
Maka dari itu penelitian, inovasi, dan pengembangan pemanfaatan hasil hutan perlu dikembangkan lebih jauh lagi. Fauzi menambahkan, NTFP memiliki nilai ekonomi yang sangat besar, untuk itu perlu teknologi yang lebih baik untuk diterapkan.
Bila perlu, mencontoh Korea Selatan dalam memproduksi ginseng atau Jepang yang mengolah rotan dan buah-buahan. Teknologi dan pemasaran dapat membantu masyarakat di sekitar hutan untuk memperbaiki hajat hidup mereka.
Pada pagelaran Asia Pacific Regional Meeting (APRM) 2017 yang diadakan di kampus Institut Pertanian Bogor, Dermaga, Bogor, turut hadir antara lain, Petrus Gunarso, PhD sebagai perwakilan dari Asia Pacific Resources International Holdings Limited atau APRIL.

APRIL adalah perusahaan terkemuka di Indonesia milik taipan Soekanto Tanoto yang memproduksi pulp dan kertas. Perusahaan tersebut berlokasi di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau, yang juga merupakan anggota dari Raja Garuda Emas Group yang didirikan pada tahun 1973.
Dalam paparannya, Petrus Gunarso menyatakan pengelolaan hutan di perusahaannya tidak boleh mengabaikan deforestasi dan harus terus melakukan pelestarian.
“Kami melindungi kawasan konservasi, kami mengadopsi Wilayah HCV, kami menginvestasikan US$100 juta untuk konservasi dan pemulihan di Iklim yang diprakarsai PBB pada Pertemuan Paris. APRIL juga peduli pada pendidikan masyarakat, pemberdayaan, dan peningkatan pembangunan sosial dan ekonomi di Riau,” kata Petrus.
Investasi untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran pun digalakan berupa penyediaan dua helikopter dan dua kendaraan amfibi, 39 menara pengintai, 215 pompa air, dan 700 anggota tim respon cepat. APRIL memprioritaskan pencegahan kebakaran dan memperkuat sumber daya agar tidak terjadi kebakaran hingga zero telorance.
Bagaimana dengan kawasan konsesi? APRIL memiliki komitmen ratio 1:1, satu pohon 1 untuk produksi, 1 untuk konservasi. SMFP APRIL dapat digambarkan sebagai kekuatan APRIL untuk menjalankan program keberlanjutan konservasi hutan. APRIL juga melakukan restorasi kawasan yang disebut Restorasi Ekosistem Riau (RER) yang dipilih berdasarkan assessment komponen ekologi dan keaneka-ragaman hayati. APRIL mengumumkan untuk melakukan investasi dalam proyek konservasi.
Selain menyediakan lapangan pekerjaan, APRIL memiliki program pengembangan yang bekerja sama dengan masyarakat untuk menyerukan Fire Free Prevention guna mencegah kebakaran hutan. APRIL menjadikan Fire Free Vilagge Program (Desa Bebas Api) untuk meningkatkan kesadaran serta mendidik penduduk desa supaya terhindar dari kebakaran sedini mungkin.
Terakhir, APRIL dan perusahaan lain di RGE mengadakan program kolaborasi yang disebut Fire-Free Aliance untuk menunjukkan komitmen mereka dalam memerangi kebakaran hutan dan kabut asap di masa depan. Itu semua sejalan dengan visi Soekanto Tanoto. “Bisnis yang baik adalah yang bisnis yang bermanfaat untuk masyarakat, iklim, dan perusahaan.”