Kebijakan ekonomi proteksionis yang kemungkinan besar diambil oleh pemerintahan Presiden Donald Trump baru akan terasakan dampaknya oleh para pelaku bisnis di negara-negara lain pada semester kedua tahun 2017. Dunia memandang segala ancaman Trump bukan isapan jempol.
Itu terbukti cepat dengan ditanda-tanganinya executive order pada 24 Januari 2017, yang berisi lima kebijakan yang ia kemukakan pada masa kampanye, yaitu Amerika Serikat keluar dari Trans Pacific Partnership(TPP), menghapus program jaminan kesehatan ObamaCare, pembangunan tembok sepanjang 3.000 kilometer sepanjang perbatasan dengan Meksiko, pelarangan masuknya imigran dari tujuh negara muslim atas dasar alasan terorisme, dan pembangunan pipa Keystone XL dari Kanada ke Teluk Meksiko.
Apa dampak dari kebijakan proteksionis Trump terhadap ekonomi indonesia, khususnya sektor industry? Yus Husni M. Thamrin dari PORTONEWS mewawancarai Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman. Berikut petikannya:
Trump menanda-tangani executive order, yang salah satunya Amerika Serikat keluar dari Trans Pacific Partnership (TPP). Apa dampak langsung atau tidak langsung bagi Indonesia?
Pertama, membatalkan TPP itu sudah jelas proteksionis bagi anggota TPP lainnya. Itu adalah hal yang protektif karena Trump tidak mau lagi Amerika terikat dengan negara-negara anggota TPP. Dalam hal ini tidak termasuk Indonesia, artinya kalau untuk di posisi Indonesia hal itu menguntungkan, karena kita bukan anggota dari TPP.
Dengan keluarnya Amerika dari TPP, Indonesia menjadi setara dengan negara anggota TPP untuk masuk ke pasar Amerika. Karena anggota TPP tidak lagi mendapatkan perlakuan khusus untuk mengekspor ke Amerika.
Apa yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia?
Justru ini adalah sinyal bahwa Amerika sudah tidak percaya lagi sama globalisasi. Kalau tidak percaya lagi berarti dia akan memproteksi pasarnya. Pertanyaannya, berapa lama? Indonesia harus mengantisipasinya segera dengan merekstrukturisasi tarif bea masuk, dengan yang kita sebut pro industrial growth.
Kita merevisi itu berarti menaikan tarif bea masuk?
Mengharmonisasikan. Kemarin kita sudah babak belur, tarifnya gak karu-karuan, di hulunya dikasih bea masuk yang tinggi, tapi di hilirnya rendah. Sekarang harus ditata-ulang. Industri hulu mana, tengahnya mana, hilirnya mana, harus ditata-ulang agar makin menguntungkan industri domestik.
Kita harus menyamakan persepsi atau mindset, bagaimana proses tarif ini bisa mem-provide job bagi rakyat Indonesia. Itu harus dilakukan di seluruh kementerian, kalau ada kementerian yang berbeda tentang tarif ini, pengaruhnya terhadap ketersediaan lapangan kerja.
Apakah yang terjadi sekarang, bea masuk untuk hulu ditinggikan sedangkan yang di hilir rendah semua?
Sekarang di hulu rendah, di hilir juga rendah. Jadi gak jelas, mau dibawa kemana proses industrialisasi ini? Banyak stigma dalam dua tahun terakhir ini bahwa di Indonesia terjadi de-industrialisasi. Stigma ini harus dihapuskan.
Artinya ada penurunan utilisasi industri, sampai berapa persen?
Cukup besar, di atas 30%. Di situ karena memang penyebabnya disharmonisasi tarif itu.
Tarif itu kita ratifikasi dari WTO?
Bukan, itu kan bilateral.
Artinya dengan masing-masing kawasan atau negara tarifnya berbeda-beda?
Ya. Kita tidak usah menyalahkan lagi perdagangan bebas, terburu-buru mengejar perdagangan bebas. Kalau dengan tujuan mendapatkan pasar kita percepat, kalau bilateral dengan Amerika memungkinkan? Silakan kalau memungkinkan.
Itu kan masih bersifat makro, Amerika menarik diri dari TPP, apakah ada kebijakan yang lebih spesifik dengan negara-negara tertentu?
Dia akan meng-accelerate investasi di dalam negeri di berbagai sektor, makanya dia menyediakan energi yang sangat murah, tarif listrik hanya US$2 sen per kilowatt jam. Ini sangat diperlukan di sektor industrialisasi di sana. Karena mereka ingin mem-provide job.
Trump mengancam akan mengenakan tarif bea masuk dari China 35%?
Justru dua blok ini, Amerika dan China ada satu hal yang menarik, karena mereka adalah dua kekuatan perdagangan terbesar di dunia. Jadi kalau satu dengan yang lainya saling mengancam, maka yang terjadi akan Trade War. Kalau perang dagang, bisa saja kan menjadi perang fisik. Tapi kan dalam perang dagang itu mereka menggunakan negara ketiga, bahkan negara ketiga bisa yang jadi korban.
Kalau misalnya Amerika mengenakan tarif sampai 35% terhadap produk China. Apa dampaknya bagi negara lain?
China akan membalas. Masing-masing negara akan membalas dengan kebijakan sama untuk produk-produk Amerika. Misalnya China mengimpor kacang-kacangan begitu besar dari Amerika. Mungkin China akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sampai 70% untuk menunjukkan kedaulatan pangannya daripada harus impor dari Amerika, dan mereka memiliki kemampuan untuk itu.
China sudah mengurangi impor kapas, hampir 70%. Dana impor itu dialokasikan untuk pangan. Artinya mereka sudah siap-siap untuk berperang. Nah, imbasnya ke mana? Imbasnya pasti kemana-mana, termasuk ke Indonesia.
Tapi kan bukan berarti nanti ada eskalasi perang dagang antara Amerika dan China? Kan China tidak bermasalah dengan negara lain?
Bukan, kan mereka harus membuang produk-produk manufakturnya ke negara ketiga, mereka akan menggunakan negara ketiga sebagai pasar baru untuk masuk ke Amerika. Industri manufaktur akan pindah barangkali, karena kalau transhipment, Amerika gak suka. Pasti Amerika juga akan bertindak ke hal-hal yang demikian. Di Amerika sudah ada semacam kampanye bahwa mereka tidak suka dengan barang China.
Total perdagangan Amerika sekitar 11% dari total perdagangan internasional Indonesia. Apabila jadi diterapkan tarif bea masuk 35% untuk produk China, apakah Amerika juga akan menerapkan tarif sama terhadap negara ketiga? Apakah China juga akan melakukan hal yang sama? Ke mana kita melempar barang yang sebelumnya dimasukan ke pasar Amerika?
Amerika tidak mungkin hidup sendiri. Pasti mereka membutuhkan negara ketiga, terutama untuk impor bahan baku. Misalnya hasil tambang, emas, dan mineral pun begitu. Mungkin produk-produk dari Indonesia itu hasil hutan, kertas, atau kelapa sawit, yang mungkin akan mengalami hambatan baru.
Mungkin hambatan baru itu berpa non tarif barrier, seperti menghadapi isu lingkungan hidup. Sehingga tarif barrier yang mereka terapkan itu akan efektif. Mereka kan pintar sekali memainkan isu.
Untuk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sendiri bagaimana?
Kalau TPT mungkin masih bisa masuk. China bisa membuat produk-produk itu untuk pasar dalam negerinya. Tapi, kalau Amerika akan sangat sulit, karena mereka tidak punya tenaga yang murah di bawah standar mereka.
Kalau biaya produksi satu potong celana USD$100, di retailnya bisa USD$300. Siapa yang mau beli? Walaupun made in Amerika. Jadi tidak mungkin bisa berdikari sepenuhnya. Pasti mereka bergantung pada negara-negara berkembang yang memiliki upah rendah untuk produk-produk tertentu.
Artinya, mereka tidak akan mengulangi lagi pembelian besar-besaran seperti yang dilakukan terhadap China beberapa waktu lalu. Sehingga China yang tadinya raksasa tidur, sekarang terbangun. Bahkan menjadi pesaing Amerika di Asia Pasifik. Itu satu hal yang memberatkan bagi Amerika.
Ada dampak lainnya dari kebijakan proteksionis Trump?
Dampaknya di sektor investasi. Kalau produk langsung dari China tidak masuk Amerika, kemungkinan China akan berinvestasi di negara ketiga, agar barangnya bisa masuk Amerika.
Tergantung kecerdikan kita, bagaimana memanfaatkan konflik ini menjadi peluang. Katakanlah untuk menarik investasi masuk ke sini. Kalau memang investasi yang dialokasikan China itu besar, sehingga mampu menyerap tenaga kerja profesional kita dalam jumlah besar, kita berharap bisa berunding bilateral dengan mereka.