Sejak tahun 2012, Jakarta terus berbenah. Hasilnya, sampai tahun 2015 persoalan-persoalan besar yang rutin melanda Jakarta, seperti banjir, mulai teratasi. Selain itu, pelayanan publik juga kini sudah jauh lebih baik. Tapi sekali lagi, meski sudah lebih baik, di mata wisatawan asing Jakarta belum cukup aman untuk dikunjungi.
Awal Januari 2017 lalu, Mastercard meluncurkan Mastercard’s Global Destination Cities Index 2016. Dalam laporan mengenai kota-kota yang paling banyak dikunjungi wisatawan asing itu, tiga kota di Asia Tenggara masuk dalam 10 besar, yaitu Bangkok (1), Singapura (6), dan Kuala Lumpur (7).
Selama tahun 2016 Bangkok dikunjungi oleh 21,47 juta wisatawan asing, kemudian turis asing yang datang ke Singapura mencapai 12,11 juta orang, dan yang datang ke Kuala Lumpur 12,02 juta orang. Berapa banyak yang datang ke Jakarta?
Begini. Untuk tahun 2016, pemerintah Indonesia menargetkan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia, bukan hanya Jakarta, hanya 12 juta orang. Sebagai catatan, jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia selama 2015, hanya 9,5 juta orang. Aneh.
Ini pasti ada yang salah. Berikut adalah dua laporan yang bisa menjelaskan mengapa wisatawan asing enggan datang ke Indonesia, termasuk Jakarta. Pertama, laporan tahunan dari The Economist Intellegence Unit mengenai indeks keamanan 50 kota tujuan wisata di dunia 2015 (The Safe Cities Index 2015), Jakarta menempati urutan ke 50. Paling tidak aman di dunia. Dalam laporan itu disebutkan, Jakarta lebih buruk ketimbang Ho Chi Minh atau Manila.
Kedua, laporan dari United State Department of State, Bureau of Diplomatic Security, OSAC, memberikan catatan tentang Jakarta 2016. Dalam laporan itu disebutkan, sejumlah indikator ketidak-layakan Jakarta untuk dikunjungi. Selain tidak aman karena fasilitas publik yang tidak memadai, Jakarta juga sangat tidak aman dari tindak kejahatan.
Gambaran Jakarta versi OSAC
Obyek | Predikat | Keterangan |
Kondisi Jalan Raya | Sangat Buruk dan Membahayakan | |
Lalulintas Jalan Raya | Sangat Membahayakan | |
Transportasi Publik | Sangat Buruk | Pendatang diimbau menghindari menggunakan transportasi publik, termasuk bus dan kereta api. |
Tingkat Kejahatan | Sangat Tinggi | |
Ancaman Terrorisme | Sangat Tinggi | |
Ancaman Kerusuhan | Sangat Tinggi | Baik kerusuhan yang disebabkan demo, buruh, mahasiswa, kelompok politik, ormas, dan kelompok agama serta etnis. |
Ancaman Bencana Lingkungan Hidup | Sangat Tinggi | Gempa, tsunami, banjir, longsor, dan bencana alam lainnya. |
Sumber: OSAC
Selain kedua laporan tersebut, masih ada puluhan bahkan ratusan laporan serupa yang dimaksudkan sebagai panduan atau peringatan bagi warga negara dunia yang akan bepergian atau berlibur di negara lain. Tentu saja, di era digital saat ini, siapapun di dunia bisa mengetahui kedaan tempat lain yang jaraknya ribuan kilometer dari tempatnya berada.
Mungkin bagi masyarakat Indonesia, ratusan kabel berbagai jenis semrawut pada satu tiang, atau kabel listrik yang dipasang di dinding dengan seadanya, sepeda motor yang nyelonong masuk ke pedestrian, atau sampah berserakan di selokan adalah pemandangan sehari-hari yang sangat biasa.
Tapi bagi masyarakat negara maju, di mana nyawa manusia dihargai begitu tinggi, hal itu cukup menjelaskan, bahwa jika calon wisatawan asing itu tidak benar-benar ingin datang ke Bali, Raja Ampat, Wakatobi, Borobudur, atau Pulau Komodo, Indonesia adalah negara yang pantas dicoret dari daftar yang akan dikunjungi.
Sebenarnya, kecuali perjudian legal, keamanan, kebersihan, serta keteraturan kota, semua yang ada di Singapura, ada di Jakarta. Bahkan, pusat perbelanjaan di Jakarta jumlahnya 12 kali lebih banyak dibanding Singapura. Jakarta memiliki lebih banyak pilihan tempat dan wahana wisata. Tapi mengapa wisatawan asing lebih suka datang ke Singapura?
Catatan lain, dalam list yang dilansir oleh Mastercard, dalam soal kunjungan wisatawan asing, Bangkok, Singapura dan Kuala Lumpur mengalahkan Tokyo dan Seoul! Dapat ditarik hipotesis, keputusan orang untuk berkunjung ke tempat atau negara lain, tidak hanya didasarkan pada syarat minimal (aman, bersih, nyaman, berkepastian hukum), tapi juga dipengaruhi oleh curiosity, keingin-tahuan.
Variabel inilah yang dimainkan oleh Bangkok, Singapura dan Kuala Lumpur sehingga ketiga kota itu melalui pengelolaan informasi di media dan media sosial. Jadi, selama masyarakat Indonesia masih bangga dengan predikat negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India, dan siapapun bebas menyampaikan aspirasi hingga mengganggu aktivitas rutin publik, maka terimalah kenyataan. Enjoy Jakarta!