Ada rasa kagum yang dapat dilukiskan perasaan ketika melihat pelangi muncul sehabis hujan. Pelangi, seperti dendang yang kita nyanyikan sewaktu kecil memiliki kesan mendalam, rasa takjub, senang, gembira saat menatap pelangi. Sepeti halnya kita menikmati ufuk senja yang merona, atau mentari yang muncul di pagi hari. Itulah kebesaran Tuhan.
Pelangi, didefinisikan sebagai suatu spektrum yang terdapat di dalam cahaya, di mana identitas dari warna ditentukan oleh panjang gelombang cahaya tersebut.
Kita patut berterimakasih pada Isaac Newton, si jenius yang berjasa dalam penemuan alat optik. Melalui percobaannya ia berhasil mendemonstrasikan pergerakan warna dalam bentuk gelombang menggunakan sebuah prisma kaca. Saat ia menyinari sebuah prisma kaca dengan cahaya putih, panjang gelombang yang berbeda dibiaskan dengan sudut yang berbeda. Hal ini memungkinkan Newton melihat spektrum warna pelangi.
Gelombang warna yang ditangkap retina mata kita kemudian diolah menjadi sebuah impuls elektrik yang dikirimkan ke hipotalamus, bagian pada otak yang mengatur kerja hormon dan sistem endokrin. Setelah melalui proses ini, tubuh kita akan beradaptasi dengan gelombang warna tersebut.
Selain berpengaruh pada reaksi biologis makhluk hidup, warna juga memberi berbagai pengaruh pada kondisi psikologis manusia. Menurut Dr. Hartini, psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, warna memiliki berbagai karakteristik energi yang berbeda-beda apabila diaplikasikan pada tubuh. Psikologi warna hasil olahan hormon-hormon itulah yang mempengaruhi perilaku, emosi dan fisik manusia.
Lalu, bayangkanlah sebuah objek yang hanya didominasi warna yang muram, tentu ini akan berpengaruh pula pada kondisi psikologis kita. Impresi sedih, ngenes, dan kelam bisa kita rasakan. Tergantung bagaimana kepekaan tubuh kita menanggapi rangsangan visual sebuah objek.
Hal ini nampaknya disadari betul oleh sekumpulan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadyah Malang (UMM) yang tergabung dalam kelompok Guyspro. Mereka berhasil mentransformasi sebuah kampung bernama Jodipan di bantaran sungai berantas di Kota Malang, yang semula kumuh nan kusam menjadi tempat yang indah, penuh warna dan keceriaan.
Awalnya kampung ini terancam akan digusur karena dinilai mengganggu resapan air dan aliran sungai berantas. Akan tetapi yang terjadi sekaran kebalikannya, Pemerintah Kota Malang justru menetapkan permukiman warga Jodipan dan Ksatrian ini sebagai obyek wisata.
Kampung Jodipan ini biasanya dijuluki Kampung Wisata Tridi atau Kampung Warna Warni. Oleh Walikota Malang, Mochamad Anton diperkenalkan sebagai tempat wisata sejak 4 September 2016.
Saat mengunjungi kampung warna-warni ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, memberikan toleransi bagi warga yang tinggal di titik tertinggi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Malang mendata sebanyak 17 kawasan permukiman kumuh tersebar di Kota Malang. Diperkirakan sekitar 15% atau 31 ribu jiwa bermukim di daerah bantaran sungai.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang menyebutkan, luas permukiman kumuh mencapai 603 hektar tersebar di 29 Kelurahan dari total 57 Kelurahan. Untuk penanganan perkampungan kumuh, Pemerintah Kota Malang mendapat bantuan dana dari Kementerian PUPR sebesar Rp 30 miliar. Dana itu digunakan untuk perbaikan sanitasi, penerangan jalan, drainase dan pasokan air bersih.
Kampung Jodipan banyak dihuni warga pendatang yang mendirikan rumah di tanah milik negara. Semula kampung ini terancam digusur dan warga akan direlokasi ke rumah susun.
Untuk memindahkan warga yang tinggal di pinggiran sungai, Pemerintah Kota telah membangun rusun sewa di Kelurahan Buring, Kedungkandang, Kota Malang. Namun, berkat perubahan yang dicapai, warga kampung warna-warni tidak banyak yang menempati Rusun. Dari dua blok Rusun yang diperuntukan untuk relokasi yang terisi hanya satu blok, yang kini ditempati 200 kepala keluarga.
Koordinator Guyspro, Nabila Firdausiyah mengaku awalnya ingin mengubah perilaku warga di bantaran sungai yang membuang sampah ke sungai, Jodipan dipilih lantaran lokasinya yang strategis di jantung kota serta secara estetik memiliki view yang bagus bagi orang-orang yang memandangnya dari atas jembatan Jalan Gatot Subroto.
Inisitaif serupa pula dilakukan Walikota Bandung, Ridwan Kamil ketika menyulap area Teras Cikapundung di Babakan Siliwangi dari tempat timbunan sampah lalu kini menjadi tempat rekreasi yang asik bagi warga Kota Bandung yang merencanakan liburan kecil di akhir pekan.
Baik Teras Cikapundung dan Kampung Jodipan adalah buah manis dari gagasan apik nan dilandasi niat yang baik. Kedua tempat itu akan begitu-begitu saja jika tidak disikapi oleh kepekaan akan pentingnya merawat lingkungan, terutama di area sekitar bantaran sungai.