Melalui berbagai institusi kepariwisataan negara dan swasta, sudah sangat lama pemerintah melakukan promosi pariwisata. Dana yang telah dihabiskan untuk pengembangan dan promosi kepariwisataan nasional jumlahnya tidak sedikit. Tapi jika melihat hasilnya, usaha itu tak ubahnya seperti ‘tugas’ atau ‘pekerjaan’ para pejabat lembaga pemangku kepentingan kepariwisataan nasional yang harus segera diselesaikan. Hanya dikerjakan sampai ‘pekerjaannya’ selesai, sampai masa tugasnya berakhir.
Rendahnya tingkat kelayakan Indonesia sebagai negara tujuan wisata yang didasarkan pada variabel keamanan, kesehatan, dan kepastian hukum adalah persoalan pertama yang harus diatasi. Membangun industri pariwisata yang kompetitif memerlukan komitmen yang kuat dan konsisten dari semua komponen bangsa dan mungkin juga akan memerlukan waktu yang relatif lama. Namun, bukan berarti itu tidak bisa dilakukan.
Bukan berarti tidak ada yang menyadari bahwa untuk bisa menarik wisatawan asing khususnya, satu daerah atau negara harus mampu memenuhi standar tertentu pada variabel keamanan, kesehatan, dan kepastian hukum. Kesadaran itu terlihat pada para investor besar di sektor kepariwisataan.
Hotel-hotel besar di Indonesia, umumnya berusaha menyediakan one stop service untuk para tamunya. Semua keperluan para tamu disediakan di dalam lingkungan hotel. Sebagai catatan, kecuali Bali, setiap hotel besar di Indonesia selalu dikelilingi tembok tinggi agar tertutup bagi masyarakat umum.
Potret hotel-hotel besar itu adalah solusi yang diambil oleh manajemennya atas rendahnya tingkat kelayakan Indonesia sebagai negara tujuan wisata, dari segi keamanan, kesehatan, dan kepastian hukum.
Bukti lain yang sangat telanjang adalah semua gedung di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia memasang pagar yang tinggi. Bahkan setiap akses masuk dijaga ketat dan dipasangi berbagai alat deteksi. Ini juga membuktikan bahwa publik area di Indonesia tidak aman. Ironisnya, di titik-titik akses masuk ke Indonesia, termasuk garis pantai yang demikian panjang, penjagaannya sangat minim.
Jadi, berbagai upaya membangun kepariwisataan Indonesia seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, seperti pemasangan billboard promosi pariwisata Indonesia di Time Square New York, pemasangan stiker ‘Wonderful Indonesia’ di bus-bus di London dan Paris, penanda-tanganan kesepakatan dengan Presiden Xi Jinping untuk membuka 12 bandara di Tiongkok bagi airliner Indonesia, bukan hanya sebagai usaha biasa-biasa saja, dan itu juga dilakukan oleh banyak negara berkembang.
Selama pemerintah gagal dalam menciptakan stabilitas keamanan dengan standar tinggi, tingkat kesehatan warga negara dan lingkungan hidup dengan standar tinggi, serta menjamin kepastian hukum, maka yang akan didapat dari industri pariwisata nasional adalah ‘yang biasa didapat’.
Inti dari pembangunan industri kepariwisataan adalah membangun manusia dan menciptakan lingkungan yang aman, bersih, rapi, dan nyaman. Industri pariwisata adalah satu-satunya industri yang melibatkan masyarakat secara massal dan langsung.
Komponen utama industri pariwisata adalah masyarakat. Daya tarik utama pariwisata satu negara atau satu tempat, bukan lagi alam yang sifatnya given, tapi kerja keras yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakatnya. Apabila masyarakat dan lingkungan sosial sudah terbangun dan eligible untuk dikategorikan sebagai tujuan wisata unggulan, maka upaya selanjutnya akan lebih efektif.
Untuk membangun industri pariwisata Indonesia yang kompetitif, sepertinya para petinggi pemerintahan pantas belajar pada Raja Samaratungga. Ia mampu membina masyarakat Mataram kuno menjadi masyarakat yang sadar wisata pada zamannya. Kemudian mereka membangun Borobudur sebagai bangunan terkemuka di muka bumi waktu itu.
Delapan abad lalu Bangsa Indonesia telah membuktikan mampu melakukan pekerjaan besar dan menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan perjalanan berbagai bangsa di dunia.
Meskipun Candi Borobudur dibangun bukan untuk menarik wisatawan. Sekarang saatnya Presiden Jokowi membuktikan mampu membuat karya yang tidak biasa-biasa saja, seperti Raja Samaratungga mampu membangun Borobudur.