Selama berpuluh-puluh tahun pembangunan industri pariwisata dilakukan dengan cara ‘biasa-biasa’ saja. Upaya biasa-biasa saja telah menghasilkan kinerja sektor pariwisata yang biasa-biasa saja. Padahal Indonesia Indonesia memiliki potensi untuk menjadikan industri pariwisata sebagai mesin devisa terbesar setelah industri manufaktur dan migas. Inti dari pembangunan industri pariwisata adalah membangun masyarakat dan lingkungan yang ramah wisata.
Dalam konsep yang paling sederhana, pariwisata bisa dijelaskan sebagai kegiatan perjalanan ke satu tempat untuk mendapatkan kesenangan. Kriteria dari tempat tujuan wisata untuk ‘bersenang-senang’, juga sangat sederhana, jelas dan berlaku universal yaitu aman, bersih, rapi dan nyaman.
Dalam skala nasional, pariwisata adalah industri, mesin uang sekaligus mesin pertumbuhan ekonomi bagi daerah atau negara. Di sini, pemerintah dan sektor swasta bertindak sebagai pengelola industri pariwisata. Untuk fungsi pariwisata sebagai mesin devisa negara, konsumen atau wisatawan yang diharapkan datang berwisata ke satu negara adalah warga negara lain atau wisatawan mancanegara. Jadi, sektor pariwisata karus dikembangkan.
Untuk memahami bagaimana indsutri pariwisata satu negara mampu menarik wisatawan dari negara lain, akan lebih efektif dengan mengikuti flowchart pertanyaan mengenai industri pariwisata.
Siapa yang dinilai paling diharapkan datang ke Indonesia sebagai wisatawan asing? Semua masyarakat dari negara lain. Tapi tentu yang paling potensial mendatangkan devisa dalam jumlah besar adalah masyarakat dari negara-negara makmur.
Apa saja yang dilakukan warga negara makmur sebelum melakukan perjalanan wisata? Banyak. Tapi pada dasarnya mereka mencari tahu segala sesuatu yang berkaitan dengan negara yang akan didatanginya.
Obyek dari searching mereka dilakukan atas tiga variabel. Pertama, mengenai tingkat kelayakan tempat yang akan dikunjungi, yaitu keamanan, kesehatan, dan kepastian hukum.
Aspek keamanan tentu saja meliputi keamanan dari ancaman bencana alam, kecelakaan yang terkait dengan human error, keamanan dari tindak terorisme, vandalisme dan dari tindak kriminal. Bagi wisatawan manca negara yang umumnya datang dari negara makmur, aspek keamanan ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena mereka memakai standar keamanan di negaranya.
Untuk aspek keamanan dari ancaman bencana alam murni, seperti gempa bumi atau erupsi gunung berapi mungkin bisa dikesampingkan. Tapi mengenai keamanan dari kecelakaan yang terkait dengan human error, seperti kecelakaan lalu lintas, bangunan roboh, kebakaran, buruknya infrastruktur fasilitas publik, jauh lebih menjadi perhatian dan pertimbangan utama.
Hal yang sangat terkait dengan keamanan dari kecelakaan akibat human error adalah indeks persepsi korupsi negara yang dipertimbangkan untuk dikunjungi. Bagaimanapun, makin rendah indeks persepsi korupsi satu negara, makin tinggi risiko untuk terjadinya kecelakaan yang berhubungan dengan fasilitas infrastruktur negara tersebut. Bangunan, jembatan, jalan raya, dan lain-lain, menyimpan risiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan jika anggarannya banyak dikorupsi.
Kemudian, warga negara makmur yang diharapkan datang berkunjung, dewasa ini mempertimbangkan keamanan negara tujuan wisata dari tindakan terorisme. Selain itu, tingkat keamanan dari kriminalitas dan narkoba di negara tempat yang akan dikunjungi juga sangat mempengaruhi keputusan dalam menentukan tempat atau negara tujuan berlibur.
Mungkin bagi sebagian masyarakat Indonesia sudah bersikap banal atau menganggap aksi-aksi terorisme, sebagai hal biasa. Tapi, setiap pemberitaan mengenai aksi terorisme hanya dalam hitungan detik akan tersebar ke seluruh dunia.
Begitu juga dengan aksi-aksi vandalisme yang berawal dari demo atau razia yang dilakukan oleh pihak yang tidak berkompeten. Jangan pernah menganggap hal itu sebagai tindakan yang dapat ditolerir, apalagi berbangga sebagai implementasi dari negara demokrasi.
Karena itu semua akan memperkecil kemungkinan para wisatawan asing datang ke Indonesia. Tawuran antar siswa, antar kampung, antar pemeluk agama, adalah kampanye negatif atas industri pariwisata, sekaligus kampanye efektif bagi negara-negara kompetitor dalam menarik wisatawan.
Aspek kedua adalah kesehatan yang meliputi kesehatan warga dan kesehatan lingkungan. Tidak sulit bagi mereka untuk mencari tahu data tentang tingkat kesehatan warga satu negara. Bahkan, untuk mengetahui tingkat kesehatan lingkungan hidup di negara lain.
Jadi, jangan pernah berpikir, kalau berserakannya sampah di area publik, sungai-sungai kotor penuh sampah, perkampungan kumuh dan tidak adanya manajemen yang baik dalam pengelolaan sampah, tidak berdampak terhadap industri pariwisata. Ini sangat menentukan, karena bisa dianggap mengancam secara langsung kesehatan para wisatawan asing.
Sebagai catatan, beberapa negara makmur di Eropa, Jepang, atau Amerika Utara, mewajibkan setiap warga negaranya yang akan melakukan perjalanan ke negara-negara tropis untuk disuntik anti malaria dan demam berdarah. Itu negara tujuannya masih inklusif di wilayah tropis. Belum lagi jika ditemukan data mengenai tingkat sanitasi yang buruk, pemerintahnya memberikan berbagai macam peringatan dan advice.
Aspek ketiga, kepastian hukum. Ini sangat penting mengingat Indonesia adalah negara berkembang, yang pada umumnya tingkat kepastian hukum di negara berkembang masih rendah.
Sudah hampir menjadi teori, wisatawan asing yang datang ke negara berkembang dianggap memiliki banyak uang. Sehingga, jika mereka melakukan kesalahan, sekecil apapun sering menjadi bulan-bulanan pemerasan oknum aparat.
Tiga aspek dari variabel pertama, paling dasar, dan paling signifikan dari tingkat kelayakan satu negara untuk dikunjungi adalah parameter utama daya tarik industri pariwisata Indonesia.
Parameter yang mengacu pada tiga variabel pertama itu berlaku universal. Untuk mengetahui pada tingkat mana Indonesia dalam tiga aspek tersebut, berapa banyak wisatawan asing dari negara makmur yang yang bisa ditemui di area publik di Jakarta? Bisa dihitung jari. Bandingkan dengan di Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, atau Hanoi. Itu sudah sangat menjelaskan.
Variabel kedua yang menjadi obyek searching dari masyarakat negara maju yang akan melakukan perjalanan wisata adalah item-tem wisata yang tersedia di satu negara. Untuk variabel ini, Indonesia sangat unggul, jauh di atas negara-negara lain di Asia Tenggara.
Tuhan memberi Bangsa Indonesia alam yang sangat fantastis, yang lebih dari layak untuk dikunjungi bangsa-bangsa lain. Tapi sekali lagi, itu adalah seutuhnya pemberian Tuhan. Tentu saja jika hanya mengandalkan pada keindahan alam semata, tidak cukup untuk menarik wisatawan asing datang dalam jumlah skala industri.
Manajemen daerah pariwisata menjadi pertimbangan signifikan untuk dikategorikan layak dikunjungi. Manajemen pengelolaan daerah wisata sifatnya komprehensif, bukan hanya menyangkut fasilitas wisata seperti infrastruktur, hotel, restoran, transportasi, dan atraksi wisata, tapi yang paling penting adalah sikap masyarakat yang berorientasi pada perkembangan industri wisata seperti yang diterangkan dalam penjelasan variabel pertama.
Variabel ketiga adalah keunggulan kompetitif. Dalam menentukan negara tujuan berlibur, para wisatawan asing membandingkan satu negara dengan negara lainnya yang berdekatan. Mereka yang ingin berlibur ke kawasan Asia Tenggara, dipastikan akan membandingkan Indonesia dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Singapura.
Tidak perlu dibahas lagi kalau Indonesia memiliki potensi semua kategori pariwisata yang sangat besar, bahkan berlimpah. Tapi harus diingat, negara-negara lain di Asia Tenggara, memiliki potensi pariwisata yang relatif sama dengan Indonesia.
Mereka juga mempunyai kepentingan yang sama untuk menarik wisatawan mancanegara sebanyak-banyaknya datang ke negaranya. Begitu juga masyarakat negara makmur yang dibidiknya pun sama, yaitu penduduk negara-negara maju di Asia Timur, Eropa, Amerika Utara, dan Australia.
Jadi, meskipun Indonesia bisa dikatakan memiliki segalanya. Tapi sekali lagi, pertimbangan yang paling menentukan adalah aspek-aspek pada variabel pertama. Pembuktiannya sangat jelas dari berbagai data statistik mengenai kepariwisataan di Asia Tenggara.
Artinya, maju tidaknya industri ini tidak lagi ditentukan oleh spot wisata apa saja yang tersedia di satu negara, tapi sudah menjadi ajang kompetisi internasional yang ditentukan oleh usaha pemerintah dan masyarakatnya.
Tabel Indeks Aspek-aspek Terkait
Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing 2015
Negara | Jumlah Kunjungan Wisman
(Juta) |
Rasio Fas. Sanitasi Terhadap Jumlah Pend. (%) | Indeks Kriminal | Indeks Keselamatan | Indeks Persepsi Korupsi |
Indonesia | 10,5 | 61 | 47,22 | 52,78 | 36 |
Malaysia | 25,7 | 96 | 30,03 | 69,97 | 50 |
Singapura | 15,2 | 100 | 17,59 | 82,41 | 85 |
Thailand | 30,0 | 93 | 37,07 | 62,78 | 38 |
Philipina | 5,4 | 74 | 43,11 | 56,89 | 35 |
Vietnam | 7,9 | 78 | 52,29 | 47,71 | 31 |
Diolah dari berbagai sumber
Untuk memenangkan kompetisi menarik wisatawan asing sebanyak-banyaknya, Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan keindahan alam yang diberikan Tuhan. Mengacu pada kinerja industri pariwisata Indonesia, dengan potensi pariwisata yang sangat melimpah, maka bisa disimpulkan, selama berpuluh-puluh tahun sektor pariwisata Indonesia dikelola ‘alakadarnya’.
Seperti ‘hanya mengandalkan pemberian Tuhan dan gravitasi’. Maka hasilnya seperti yang terdapat pada tabel-tabel statistik kepariwisataan. Tidak menjadi mesin uang yang bisa diandalkan sebagai kontributor utama untuk penerimaan pajak dan APBN. Ingat, ‘if you do what you always did, you will get what you always got”.