Gairah pemerintah untuk membangun berbagai infrastruktur di banyak wilayah di Indonesia nampaknya melebihi kondisi keuangan negara saat ini. Konsekuensinya, pemerintah harus mengerahkan segala potensi permodalan yang dimiliki. Salah satu yang menjadi pilihan adalah sekuritisasi aset BUMN.
“Aset apa yang disekuritisasi? Pendapatan atau labanya dalam sekian tahun ke depan. Jadi tidak ada aset maupun saham BUMN maupun yang lepas atau dijual,” kata Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro.
Sekuritisasi BUMN menjadi pilihan, pertimbangannya agak berbau politis. Sebenarnya, pemerintah masih bisa menarik pinjaman luar negeri, terlebih saat ini di beberapa negara seperti Jepang dan negara-negara Eropa, tingkat bunga kredit nyaris mendekati 0%. Namun penarikan pinjaman luar negeri berisiko disikapi miring oleh kelompok-kelompok tertentu yang sebetulnya tidak begitu memahami ekonomi.
Sementara untuk menerbitkan surat utang, beberapa BUMN sektor infrastruktur dan keuangan yang laporan keuangannya cukup baik, memiliki debt to equity ratio (DER) yang cukup tinggi. Sehingga sulit dieksekusi dan berisiko mengganggu kinerja.
Setelah dilakukan inventarisasi, total dana yang bisa dihimpun melalui sekuritisasi aset BUMN sekitar Rp 13 triliun. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, BUMN yang siap melakukan sekuritisasi aset antara lain, PT PLN (Persero), PT Jasa Marga Tbk., dan PT Bank Tabungan Negara Tbk. Rini menambahkan, untuk PLN, kemungkinan sekuritisasi dilakukan oleh anak usaha PLN yakni PT Indonesia Power.
“Anak usaha PLN yang siap Indonesia Power, kalau enggak salah. Saya enggak mengikuti. Tapi seingat saya adalah Indonesia Power,” kata Rini.
Sebelumnya, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro mengatakan, anak usaha PLN akan menghimpun dana sekitar Rp 10 triliun dari sekuritisasi aset. Sementara Jasa Marga sebesar Rp 2 triliun.
Sekuritisasi aset seringkali disamakan dengan penjualan aset BUMN, padahal sekuritisasi aset merupakan penerbitan surat utang jangka panjang, dengan jaminan potensi bisnis BUMN dalam beberapa tahun ke depan.
Sekuritisasi aset dengan cara menerbitkan surat utang, investornya berasal dari pasar obligasi sekunder. Pola lain adalah sekuritisasi aset melalui kemitraan strategis, di mana investornya hanya satu atau beberapa saja. Untuk pola kedua, konsekuensinya investor bisa masuk ke manajemen hingga masa sekuritisasi berakhir.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk. adalah salah satu BUMN yang disebut-sebut siap melakukan sekuritisasi aset, dengan menjaminkan jalan tol Jagorawi. “Jagorawi kita duluan. Saya belum bisa katakan tergantung lahan, satu forecast-nya kebijakan tarif ke depan dan tenor kalau makin banyak mobil lewat, makin banyak duitnya,” jelas Aloy.
Alternatif lain sebagai sumber dana untu pembiayaan pembangunan infrastruktur, dikemukakan oleh Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, yaitu konversi aset perusahaan BUMN menjadi instrumen Efek Beragunan Aset yang berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) di pasar modal. Menurut Tito, EBA tersebut akan diminati banyak investor, karena pengalokasian dana yang dihimpun cukup jelas.
Menurut Tito, dana yang dihimpun melalui sekuritisasi aset bisa lebih besar dibanding instrumen lain, seperti surat utang. Sehingga Tito mengklaim, dengan sekuritisasi aset maka bisa membantu mempercepat proyek pembangunan infrastruktur seperti yang ditargetkan oleh pemerintah.