GUBERNUR Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo mengungkapkan, ekonomi dan sistem pereknomian global banyak dipengaruhi oleh perkembangan di Amerika, China, dan Eropa.
“Nah, kalau kita melihat dari beberapa hari ini. Kita mengikuti hasil pertemuan antara Amerika dengan Saudi Arabia itu memberikan dampak yang positif, semua melihat pertemuan itu akan menstimulus pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik bagi Amerika. Kemarin baru keluar hasilnya bahwa pertumbuhan ekonomi di Amerika pertumbuhan konsumsi dan inflasinya lebih baik dari perkiraan, dan itu membuat US$ menguat,” kata Agus di Gedung Bank Indonesia.
Menurut Darmin, dalam beberapa waktu ke depan, nilai tukar US$ akan menguat terhadap mata uang negara-negara maju dan berkembang. Walaupun untuk Rupiah, dalam periode Januari –Juni 2017 kira-kira berapresiasi rata-rata 1,2%.
Sementara pertumbuhan ekonomi Inggris pada Q1 di bawah perkiraan. Dalam polling, diketahui bahwa Partai Konservatif, partai asal Perdana Menteri Theresa May tidak mendapat dukungan penuh dari rakyat Inggris. Hal itu mengakibatkan menguatnya tekanan terhadap mata uang Poundsterling.
Sinyal positif juga datang dari negara-negara OPEC yang sepakat mengurangi produksi, dan cukup efektif mengerek harga minyak dunia. WWTI langsung terdorong mendekati US$50 per barel, bahkan untuk Brent di atas US$50 per barel.
“Jadi, hal-hal seperti ini yang akan berdampak kepada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia sebagai negara berkembang. Kalau kita lihat hari ini Rupiah agak melemah karena Amerika, pertumbuhan ekonomi, konsumsi, bahkan inflasinya lebih dari yang diperkirakan. Sehingga US$ menguat signifikan,” kata Agus.
Untuk Indonesia, sekarang kondisi perekonomian dunia menjadi perhatian utama. Sekarang Indonesia perlu melakukan relaksasi atau penurunan policy rate, dalam posisi netral. Hal itu diperlukan agar kebijakan fiskal bisa lebih akurat.
Sedangkan China sebagai motor ekonomi dunia setelah Amerika, dalam periode 20 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonominya di kisaran 10% per tahun. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi China menunjukkan perlambatan, hingga 2016 hanya 6,7%. Banyak yang memperkirakan pada 2017 pertumbuhan ekonomi China akan lebih rendah lagi, sekitar 6,5% sampai 6,7%. Bahkan, akhir Mei 2017 lalu Moody’s Investors Service menurunkan rating (downgrade) China untuk ‘long-term local currency and foreign currency’ dari Aa3 menjadi A1, namun outlook-nya membaik, dari negatif menjadi stabil.
“Tetapi ekonomi di China cukup baik. Walaupun kita masih melihat korporasi atau perusahaan milik pemerintah banyak yang leverage-nya masih tinggi dan pertumbuhan kreditnya cukup besar. Jadi proses leveraging itu masih akan berjalan.”