Pantai adalah wilayah pertemuan antara laut dan daratan, tempat bertemunya orang-orang dari berbagai daerah, tempat mencari nafkah orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Seiring perkembangan jaman, manusia merasa perlu membangun daratan di atas laut, atau menggali daratan menjadi laut.
Bila melintas di jalan tol Bali Mandara, di kiri dan kanan jalan layang yang dibangun di atas laut, terlihat Teluk Benoa yang tampak dangkal dikelilingi Mangrove. Di ujung tol sebelum keluar menuju Palabuhan Benoa, terlihat ratusan kapal kayu nelayan, berjajar di perairan dangkal. Perahu-perahu itu sudah lama tidak bisa dipakai melaut.
Beberapa orang di sana mengatakan, kapal-kapal itu dulu dipakai untuk menangkap tuna di Samudera India. Kapal-kapal kayu itu kalah bersaing di lautan dengan kapal-kapal modern. Banyak juga nelayan yang meninggalkan pelabuhan, mencari pekerjaan di hotel-hotel mewah di sana.
Nampaknya cerita tentang kejayaan nelayan Benoa sudah mendekati babak akhir. Kapal-kapal kayu itu pun dibiarkan tertambat kusam di pelabuhan ikan yang kian sepi.
Ketika air laut surut, beberapa pulau lumpur terlihat muncul ke permukaan di Teluk Benoa. Hanya perahu-perahu kecil saja yang bisa berlayar melintasi perairan dangkal.
Sejak tahun 2012 Teluk Benoa menjadi populer di berbagai media, karena munculnya rencana reklamasi. Rencana tersebut melahirkan dua kelompok masyarakat yang pro dan kontra atas rencana tersebut.
Tanggal 1 Oktober 2012 dilakukan penandatanganan surat perjanjian kerja sama antara PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) milik taipan Tommy Winata dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana Denpasar, untuk melakukan kajian kelayakan.
Rencana itu mendapat lampu hijau dari DPRD Bali yang menerbitkan surat rekomendasi untuk tindak lanjut kajian kelayakan oleh LPPM UNUD. Pihak eksekutif tidak ketinggalan, pada Desember 2012 Gubernur Bali menerbitkan surat keputusan Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa.
Baca juga: Bali, Permata Pariwisata Yang Terancam Kusam
Dukungan juga datang dari Jakarta, tanggal 3 Juli 2013 Kementerian Kelautan dan Perikanan mengesahkan Peraturan Menteri nomor 17/PERMEN-KP/2013 yang mengizinkan reklamasi di zona konservasi non inti. Pada 19 Agustus 2013 draft laporan final studi kelayakan oleh LPPM UNUD menyatakan, reklamasi Teluk Benoa layak bersyarat.
Sementara di lapangan, upaya penolakan atas rencana itu oleh kelompok masyarakat yang anti reklamasi makin kuat. Mereka berunjuk-rasa, meminta rencana itu dihentikan.
Hasilnya, pada 20 Agustus 2013 rapat koordinasi tim evaluasi atas studi kelayakan yang dilakukan oleh LPPM UNUD memutuskan bahwa reklamasi Teluk Benoa tidak layak diteruskan. Kini giliran kelompok masyarakat yang pro reklamasi yang berunjuk-rasa, menentang hasil rapat koordinasi tersebut.
Kelompok masyarakat pendukung reklamasi menjadi di atas angin ketika tanggal 30 Mei 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden No. 51 Tahun 2014, yang mengizinkan reklamasi bisa dilakukan di wilayah konservasi Teluk Benoa.
Seorang warga Benoa, Gde Indra mengatakan, pertentangan kelompok yang setuju dan menolak dilakukannya reklamasi Teluk Benoa, sebenarnya terjadi di Jakarta.
“Yang di sini hanya demo-demo begitu saja. Kan keputusan akhirnya, berlanjut atau tidaknya reklamasi Teluk Benoa, itu di Jakarta,” kata Gde.
Benar yang dikatakan Indra. Bahkan, bukan hanya lobi-lobi tingkat atas yang dilakukan di Jakarta. Unjuk rasa kelompok yang pro dan kontra pun juga berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Ketika ditanya, setuju atau tidak Teluk Benoa direklamasi? Gde Indra menjawab, “Tidak tahu. Kalau saya jawab setuju, saya tidak tahu apa alasannya. Kalau saya menjawa tidak setuju, saya juga tidak tahu, mengapa reklamasi tidak boleh dilakukan.”
Made yang duduk di sebelah Gde memberikan jawaban yang lebih pasti. Menurutnya, jika investor mau menjamin reklamasi akan memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar Benoa, ia setuju reklamasi dilaksanakan. Tapi jika reklamasi tidak jadi, maka masyarakat sekitar Benoa hanya akan menyaksikan Teluk Benoa seperti sekarang, makin dangkal.
Kelompok masyarakat yang menentang reklamasi Teluk Benoa mempunyai sejumlah argumen, mengapa proyek itu tidak boleh dilanjutkan. Menurut mereka, jika reklamasi jadi dilakukan, pertama, akan menghilangkan fungsi konservasi dari Teluk Benoa sebagai muara dari lima daerah aliran sungai, sebagai kawasan suci (Campuhan Agung), dan sebagai kawasan konservasi mangrove, terumbu karang, tempat berkembang-biak beberapa jenis ikan.
Kedua, jika Teluk Benoa direklamasi, maka bisa menimbulkan bencana banjir di kawasan sekitarnya, termasuk Tanjung Benoa dan kawasan Bandara Ngurah Rai. Ketiga, reklamasi akan menimbulkan kerentanan akan terjadinya tsunami.
Keempat, reklamasi Teluk Benoa akan memperparah abrasi di wilayah pantai di sekitarnya, seperti Sanur, Nusa Dua, Gianyar, Klungkung dan Karangasem. Kelima, reklamasi akan berdampak buruk pada kepariwisataan Bali. Pasalnya, pariwisata Bali bergantung pada budaya dan kelestarian alam, yang pada akhirnya merugikan penduduk lokal.
Sementara kelompok yang pro reklamasi, menilai argumen-argumen yang dikemukakan kelompok yang menentang, tidak kuat. Seorang warga yang tidak mau disebut namanya mengatakan, reklamasi tidak menutup sepenuhnya Teluk Benoa menjadi daratan.
Hanya sekitar 850 hektare atau 40% dari luas perairan yang ada sekarang. Selain itu, kawasan konservasi mangrove akan tetap ada, tidak tersentuh sama sekali. Sementara wilayah yang tidak direklamasi, akan dikeruk, sehingga kapal-kapal nelayan berukuran besar bisa lewat.
Tentu saja, setelah reklamasi selesai dilakukan, di sana akan menjadi pusat kegiatan bisnis, yang tentu saja akan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
Terlepas dari persoalan hukum mengenai bisa tidaknya reklamasi Teluk Benoa dilakukan, sejauh kajian Amdal dilakukan dengan benar dan independen, dilakukan oleh lembaga yang kapabel dan kredibel, jika hasilnya menyatakan layak, dari aspek ekonomi reklamasi akan membuka peluang perbaikan ekonomi bagi masyarakat sekitar Benoa.
Toh, pembangunan Jalan Tol Bali Mandara yang melintas di atas Teluk Benoa pun awalnya ditolak oleh sebagian masyarakat di sana. Tapi jika hasil kajian Amdal menyimpulkan tidak bisa, maka reklamasi Teluk Benoa harus dihentikan. Sehingga apapun keputusannya, alasannya ilmiah, empirik, dan bisa dipertanggung-jawabkan.
Hari itu matahari di atas Teluk Benoa sudah condong ke barat, beberapa bagian tampak berwarna hijau tandanya dangkal, di bagian lain riak ombak memantulkan cahaya menyilaukan, Gde dan Made masih duduk menatap Teluk Benoa yang tenang, tapi tidak memberikan jawaban.
Baca juga: Menanam Pohon Menanam Kehidupan