Di tengah polemik mengenai daya beli masyarakat yang disebut-sebut menurun, tersiar informasi mengenai dana-dana pemerintah daerah yang terparkir di perbankan mencapai Rp220 triliun. Ini ironis, ketika pemerintah pusat sedang gencar menumbuhkan ekonomi dengan membangun berbagai infrastruktur, banyak pemerintah daerah yang menahan anggaran pembangunannya di perbankan.
Nada kesal terdengar dari Presiden Joko Widodo ketika mendapati laporan banyak dana pemerintah daerah yang terparkir perbankan Dana tersebut saat ini tersimpan di bank umum dan bank pembangunan daerah. Padahal, dana-dana itu ditunggu realisasinya oleh rakyat melalui belanja pemerintah daerah.
“Kalau uang itu bisa beredar di pasar, bisa beredar di daerah, itu akan sangat membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi,” katanya geram.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan, Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo menunjukkan posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan pada akhir Juni 2017 mencapai Rp222,6 triliun. Dana tersebut terdiri atas giro, deposito, dan tabungan. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp7,9 triliun dari posisi simpanan pemda di perbankan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp214,7 triliun.
Ini fenomena politik yang lucu. Di satu sisi para politisi di daerah bernafsu menjadi Bupati atau Walikota, tapi di sisi lain mereka tidak mempunyai kemampuan manajemen keuangan yang mumpuni dalam mengelola keuangan daerah. Alasannya takut terjerat kasus hukum, lebih aneh lagi. Kalau merasa bersih mengapa mereka harus risih?
Memang aneh, itulah alasan sejumlah pemda menahan belanja daerah. Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah membuka semua Kejaksaan Negeri untuk memberikan pendampingan hukum kepada pemda yang memerlukan, dalam melaksanakan anggaran belanjanya.